[ad_1]
Jakarta, CNBC Indonesia – Musim penyampaian laporan keuangan tahun 2020 sudah hampir berakhir. Emiten yang menjadi konstituen indeks LQ45 mayoritas sudah menyampaikan laporan keuanganya.
Diketahui Indeks LQ45 merupakan salah satu indeks unggulan pasar modal lokal dimana indeks ini memiliki anggota saham-saham yang memiliki likuiditas perdagangan yang baik dan prospek usaha yang cerah,
Tercatat dari 45 emiten, sebanyak 34 perusahaan sudah melaporkan laporan keuangan tahun 2020. Nah bagaimana rapor emiten yang tergabung dalam indeks paling prestisius di bursa ini? Simak tabel berikut.
Tercatat mayoritas anggota LQ45, tepatnya 22 emiten dari 34 emiten yang sudah melaporkan laporan keuangan tahunan-nya mencatatkan rapor merah dimana laba bersih perseroan terpaksa terkoreksi. Meskipun mayoritas terkoreksi, ternyata belum ada emiten LQ45 yang membukukan rugi bersih di tahun 2020.
Meskipun tidak merugi, tercatat berberapa emiten laba bersihnya terkoreksi parah. Di posisi pertama muncul nama emiten BUMN konstruksi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang laba bersihnya terkoreksi 91,76% dari posisi tahun lalu menjadi ‘hanya’ Rp 185 miliar. Selain WIKA, terdapat pula PT PP Tbk (PTPP) yang menduduki peringkat ketiga kontraksi dimana laba bersih PTPP ambruk 86% menjadi Rp 128 miliar.
Sektor konstruksi memang menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Proyek-proyek konstruksi terpaksa mangkrak ketika Indonesia pertama kali kedatangan tamu tak diundang dari Wuhan, China.
Mangkraknya proyek ini tentu saja menyebabkan sektor konstruksi yang padat modal merugi parah akibat arus kas yang macet. Sementara beban keuangan yang jumbo akibat hutang usaha yang besar harus tetap dibayar.
Di posisi kedua dengan koreksi yang tidak kalah parah muncul emiten properti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang laba bersihnya ambruk 91,03% ke angka Rp 281 miliar.
Selain sektor konstruksi, tentunya sektor properti juga terdampak parah dari pandemi corona, selain penjualan rumah serta apartemen menjadi terhambat, pendapatan ‘sampingan’ perseroan dari mall juga tentunya akan berkurang setelah pada pertengahan tahun lalu pusat perbelanjaan terpaksa ditutup untuk menahan laju penyebaran Covid-19.
Meskipun adanya pandemi corona di tahun 2020, ternyata berberapa emiten laba bersihnya berhasil terbang tinggi bak surga dan neraka dengan emiten properti dan konstruksi.
Adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang pada tahun 2020 laba bersihnya berhasil terbang 655% ke angka Rp 1,6 triliun. Meskipun terlihat di atas kertas laba BBTN terbang tinggi, sejatinya kenaikan terjadi akibat low base effect karena diketahui pada tahun 2019 silam kinerja BBTN tergolong kurang memuaskan terutama di Q3 dan Q4 tahun 2019. Apabila dibandingkan dengan tahun 2018, sejatinya laba bersih BBTN ambruk 43,23%.
Selanjutnya di posisi kedua muncul emiten pertambangan BUMN PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang laba bersihnya berhasil melesat 500% ke angka Rp 1,1 triliun. Laba bersih Antam yang melesat, salah satunya terjadi akibat kenaikan harga komoditas emas pada tahun 2020.
Diketahui komoditas emas melesat kencang pada tahun 2020 akibat adanya pandemi Covid-19 sehingga investor memindahkan dananya ke aset yang tergolong aman yakni emas yang melesatkan harga emas pada tahun 2020. Melesatnya harga emas juga menyebabkan permintaan emas fisik Antam berhasil naik sehingga meningkatkan laba bersih perseroan.
Untuk urusan pencetak laba terbesar, posisi tahun ini masih tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana posisi pertama, kedua, dan ketiga pencetak laba terbesar jatuh ke sektor perbankan.
Posisi pertama jatuh kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang membukukan laba bersih mencapai Rp 27,13 triliun, selain membukukan laba jumbo tercatat kinerja keuangan BBCA juga tidak begitu terlalu terpengaruh oleh pandemi karena hanya turun 5,09%.
Di posisi kedua dan ketiga muncul nama emiten perbankan lain yakni kedua anggota Himpunan Bank Negara (Himbara) PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang masing-masing mencetak cuan Rp 18,65 triliun dan Rp 17,12 triliun. Meskipun demikian laba bersih kedua bank terkoreksi cukup parah, masing-masing 45,88% dan 37,69%.
Sektor perbankan di Indonesia memang menjadi salah satu sektor perbankan yang paling menguntungkan di dunia apabila dibandingkan dengan negara-negara maju lain dimana Net Interest Margin (NIM) rata-rata perbankan di Indonesia bisa mencapai angka 5%-6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(trp/trp)
[ad_2]