[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam memperbaiki neraca dagang. Jika impor BBM bisa ditekan, maka penghematan devisa negara bisa mencapai US$ 8,8 miliar atau sekitar Rp 123 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$) per tahun.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial, dalam sebuah webinar, Senin (12/04/2021).
Dia mengatakan, dalam rangka menekan impor BBM, maka salah satu upaya yang kini tengah dilakukan yaitu membangun satu kilang baru dan empat kilang pengembangan.
“Kilang ini akan meningkatkan produksi BBM nasional,” ujar Ego.
Selanjutnya, upaya lainnya menurutnya dilakukan melalui peningkatan konsumsi Bahan Bakar Gas (BBG). Dia mengatakan, pemanfaatan BBG akan terus didorong sampai dengan 2030 mendatang. Akan ada 440 ribu kendaraan yang menggunakan BBG dan sebanyak 257 unit kapal.
Namun untuk meningkatkan pemanfaatan BBG ini, menurutnya dibutuhkan insentif penyesuaian harga BBG.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk menekan impor BBM.
“Kendaraan listrik akan didorong penggunaannya. Bisa mencapai 15 juta kendaraan,” tuturnya.
Kemudian, strategi lainnya yaitu melalui program biodiesel.
Melalui berbagai program tersebut, maka pada 2021-2040 diharapkan negara bisa menghemat devisa rata-rata US$ 8,8 miliar per tahun.
“Melalui kebijakan tersebut diharapkan bisa hemat devisa hingga rata-rata US$ 8,8 miliar dolar per tahun, selama 2021-2040,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan penambahan dan pengembangan kilang, maka kebutuhan minyak mentah (crude) juga akan meningkat. Oleh karena itu, pemerintah memiliki target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph).
“Lewat peningkatan kegiatan eksplorasi, reserve to production, Enhanced Oil Recovery (EOR), dan akuisisi lapangan minyak di luar negeri. Kegiatan ini hemat devisa US$ 14,1 miliar per tahun 2021-2040,” tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
[ad_2]