[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Emiten produsen semen Tiga Roda, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), memproyeksikan penjualan semen di tahun ini akan tumbuh 4% sampai dengan 5%.
Proyeksi tersebut mengacu pada perkiraan permintaan semen yang akan kembali tumbuh, lebih baik dibanding tahun 2020 yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, permintaan semen menurun drastis imbas dari banyaknya proyek konstruksi yang dihentikan sementara.
CEO Indocement, Christian Kartawijaya mengatakan pihaknya optimistis membaiknya penjualan semen akan ditopang dengan kenaikan anggaran infrastruktur sebesar 38% dari tahun lalu.
Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mendapat porsi terbesar dalam APBN 2021 sebesar Rp 149,8 triliun dan serapannya baru 7% per Februari ini.
“Melihat tahun 2020 cukup terpuruk, banyak proyek yang tertunda. Tahun ini, pemerintah telah menaikkan anggaran infrastruktur, lebih tinggi dibanding 2020,” kata Christian, dalam paparan publik secara virtual, Jumat (19/3/2021).
Katalis positif lainnya, kata Christian, pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF), sebagai turunan dari Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker), juga turut menjadi game changer untuk lebih banyak menarik investasi di proyek-proyek infrastruktur, sehingga diharapkan akan meningkatkan permintaan semen.
Foto: Ini Alasan Indocement Tutup Sementara 7 Pabrik Saat Pandemi (Eksekutif TV)
Ini Alasan Indocement Tutup Sementara 7 Pabrik Saat Pandemi (Eksekutif TV) |
Meski demikian, kata dia, pandemi Covid-19 masih akan menjadi sumber ketidakpastian bagi industri semen. Namun, kabar baiknya, belakangan ini kasus positif Covid terus berangsur menurun dengan distribusi vaksin di tanah air terus menunjukkan peningkatan setiap bulannya.
Sebagai informasi saja, sepanjang tahun 2020, emiten dengan merek semen Tiga Roda ini membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 1,81 triliun sepanjang tahun lalu.
Besaran laba bersih ini turun 1,58% secara tahunan (year on year/YoY) dibanding dengan laba bersih pada akhir Desember 2019 yang senilai Rp 1,84 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan di BEI, penurunan laba ini sejalan dengan turunnya pendapatan perusahaan sepanjang 2020 menjadi senilai Rp 14,18 triliun atau terkontraksi 11% YoY. Pendapatan perusahaan sepanjang 2019 mencapai Rp 15,93 triliun.
Christian melanjutkan, penurunan laba bersih memang terlihat sejak 2019 yang disebabkan menurunnya utilisasi pabrik dari sekitar 90% pada periode 2014, namun menjadi 55-60% saat pandemi Covid-19.
“Biasanya punya profit baik jika utilisasi mendekati 90%, dengan utilisasi 55-60%, tidak ada profit setinggi utilisasi tahun 2014 yang mendekati 90%. Kita akan tunggu sampai utilisasi bisa naik,” katanya.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas)
[ad_2]