[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Pasar kripto kembali dibuat gempar di mana hampir seluruh kripto utama mengalami koreksi harga yang cukup parah pada Kamis (10/11/2022) hari ini.
Bahkan, koreksi parah kripto sudah terjadi sejak Rabu kemarin. Bitcoin dan Ethereum, kripto terbesar dan ternama juga tak luput dari aksi jual yang cukup masif oleh investor.
Bitcoin pun menyentuh level terendahnya sejak November 2020 di kisaran US$ 16.000. Padahal beberapa hari sebelumnya, Bitcoin berhasil kembali ke level psikologis di US$ 20.000 dan bertahan. Bahkan, Bitcoin sempat menyentuh kisaran US$ 21.000.
Kapitalisasi pasar Bitcoin juga sempat menyentuh kisaran US$ 400 miliar. Namun pada hari ini, kapitalisasi pasarnya nyaris menyentuh kembali kisaran US$ 300 miliar.
Bitcoin (BTC)
|
Tak hanya Bitcoin, Ethereum juga bernasib sama, di mana harganya menyentuh level terendah sejak Juli lalu dan Juli 2021. Ethereum juga sempat bangkit ke kisaran US$ 1.500, bahkan sempat menyentuh kisaran US$ 1.600 beberapa hari sebelumnya.
Ethereum (ETH)
|
Selain Bitcoin dan Ethereum, kripto lainnya juga bernasib sama. Apalagi kripto ‘meme’ anjing Shiba Inu yakni Dogecoin, yang sebelumnya sempat melonjak hingga menyentuh US$ 1 sen, kini diperdagangkan di bawah US$ 1 sen.
Kejatuhan kripto yang dimulai pada kemarin hingga hari ini bukanlah tanpa sebab. Ada kabar bahwa krisis likuiditas kembali menghampiri perusahaan kripto. Kali ini bernasib di bursa kripto FTX, di mana bursa kripto ini sempat menjadi yang terbesar kedua, berdasarkan data dari CoinMarketCap.
Namun kini, bursa kripto FTX tidak lagi berada di posisi 10 besar. Ada isu bahwa FTX sedang mengalami masalah likuiditas yang membuat native token, FTX Token (FTT) pun ambruk hingga hari ini.
Berdasarkan data dari CoinMarketCap pukul 15:09 WIB hari ini, token FTT terpantau ambruk hingga 39,02% ke posisi US$ 2,81 per keping. Padahal pada akhir pekan lalu, token FTT masih diperdagangkan di kisaran US$ 25 per keping.
FTX Token (FTT)
|
Bahkan, pemilik FTX yang juga sempat menjadi salah satu miliarder yang masuk dalam daftar Forbes, yakni Sam Bankman-Fried atau SBF kini tak lagi menjadi miliarder yang banyak diketahui orang.
Nilai kekayaannya pun menyusut cukup besar gara-gara kejatuhan token FTT dan masalah likuiditas yang terjadi di perusahaannya dan perusahaan broker yang juga masih satu grup FTX yakni Alameda Research.
Harta kekayaan SBF menyusut hingga US$ 16 miliar atau Rp 232,5 triliun, hanya dalam 24 jam saja, berdasarkan laporan Bloomberg Billionaires Indeks.
Kekayaan pria 30 tahun terikat dengan aset kripto yang dimilikinya. Baik yang ada di bursa FTX maupun perusahaan broker kripto yang dimiliknya Alameda Research.
Kabar dari adanya masalah likuditas yang terjadi di FTX dan Alameda Research, kejatuhan token FTT, dan hilangnya kekayaan SBF membuat banyak investor di kripto kembali khawatir bahwa kejadian ini bakal seperti kasus Celsius, Three Arrows Capital, Voyager Digital, dan beberapa perusahaan kripto lainnya beberapa bulan lalu.
Alhasil, banyak investor pun melakukan aksi jual secara masif di aset kripto, sehingga Bitcoin dan kripto lainnya terpantau masih ambruk hingga hari ini.
Kasus FTX dan Alameda Research muncul setelah adanya laporan dari peneliti kripto Dirty Bubble Media, di mana mereka menuduh perusahaan Sam Bankman Fried lainnya yang bernama Alameda Research mengalami kebangkrutan. Alameda menaruh sebagian besar asetnya di FTT.
“Sepertinya Sam Bankman-Field menemukan cara untuk meretas sistem keuangan, mencetak miliar dolar dari udara tipis di mana ia dapat meminjam sejumlah besar dari rekanan yang tidak dikenal,” tulis Dirty Bubble Media.
Beberapa hari kemudian CEO Binance, Changpeng Zhao atau biasa disebut CZ melalui akun Twitter pribadinya mengumumkan Binance akan menjual US$2 miliar token kripto FTT yang dimiliki dengan alasan “karena pengungkapan baru-baru ini yang terungkap”.
Hal ini mendorong investor kripto mencoba mencairkan dananya di bursa kripto FTX namun mengeluh kesulitan melakukannya, bahkan perusahaan berhenti memproses permintaan pencairan dana pelanggan pada Selasa lalu. Perusahaan pun disebut mengalami krisis uang tunai.
[ad_2]