[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Indeks LQ45 mengalami koreksi 6,13% sepanjang tahun 2021. Baik sentimen global, domestik maupun kinerja keuangan emiten penghuninya memang sedang tak mendukung harga untuk naik.
Seperti diketahui, indeks LQ45 seringkali dijadikan patokan selain IHSG oleh para pelaku pasar. Selain minus, indeks LQ45 juga membukukan kinerja yang lebih rendah ketimbang IHSG sebesar 490 basis poin (bps) pada empat bulan pertama tahun ini.
Penghuni indeks LQ45 kebanyakan adalah saham-saham dengan kapitalisasi yang besar (big cap). Penurunan harga saham-saham big cap tentu saja berpengaruh terhadap pasar secara keseluruhan.
Secara makro, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun dan penguatan dolar AS yang mengikuti dinilai menjadi pemicu utama ambrolnya harga saham di berbagai belahan dunia. Bahkan sampai memicu outflow dari bursa saham kawasan Asia.
Di sisi lain transaksi di bursa saham domestik juga cenderung sepi. Apabila di awal tahun saat IHSG reli kencang nilai transaksi sehari bisa tembus Rp 20 triliun. Belakangan ini transaksinya hanya di kisaran Rp 8-10 triliun.
Semakin populernya aset investasi dan juga spekulasi lain berupa mata uang kripto di kalangan investor ritel juga dinilai turut membebani IHSG. Investor yang cenderung greedy memindahkan uangnya dari saham ke cryptocurrency sehingga transaksi menjadi sepi.
Kinerja keuangan para emiten di tahun pandemi juga tak bisa diharapkan. Per 5 April 2021 sudah ada 31 emiten penghuni LQ45 yang merilis laporan keuangannya untuk kuartal keempat.
Tercatat sepanjang 2020, total pendapatan agregat (top line) emiten penghuni LQ45 drop 10,5% (yoy). Sementara itu laba bersihnya anjlok lebih dalam dengan membukukan penurunan laba sebesar 29,2% (yoy) di waktu yang sama.
Sektor yang paling terkena dampaknya adalah properti, real estat dan konstruksi yang tercatat membukukan penurunan pendapatan sebesar 33% (yoy) dan laba bersih sebesar 87,9% (yoy).
Di posisi kedua ada sektor pertambangan yang pendapatannya ambles 20,7% (yoy) dan labanya tergerus 41% (yoy). Sektor defensif menjadi yang paling mending. Walau pendapatannya tumbuh minimalis 0,1% (yoy), labanya hanya tergerus 11,9% (yoy).
Itulah tiga faktor utama yang membebani saham-saham penghuni indeks LQ45 sehingga berpengaruh terhadap kinerja indeks dan juga IHSG.
Perlu diketahui bahwa penghuni indeks tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Mulai Februari 2021 PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) harus terdepak dari indeks.
Sebagai penggantinya ada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang masuk ke perhitungan indeks. Laporan keuangan yang dimaksud dalam artikel ini adalah laporan keuangan yang di dalam perhitungan indeksnya masih ada SRIL & SCMA.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(twg/twg)
[ad_2]