[ad_1]
Depresi, sebuah kata yang semakin tidak asing untuk dijumpai. Sebagian orang bisa bersikap biasa, namun sebagian yang lain menyikapi depresi sebagai kenyataan pelik yang hadir dalam hidupnya. Jika mendengar cerita dari orang-orang yang sedang berjuang menghadapi depresi, depresi digambarkan sebagai masa suram yang penuh dengan perasaan pesimis, rasa bersalah, kesedihan, kekosongan, dan kebencian pada diri sendiri. Bisikan untuk menyakiti diri sendiri turut hadir. Hari-hari terasa berantakan, gelap, dan tak ada arti.
Baca juga mengenai penjelasan psikologis terkait depresi di sini.
***
Melihat Akar-Akar Depresi
Depresi dapat berawal dari peristiwa buruk dalam hidup, seperti pengalaman traumatis, kegagalan, kekerasan, kehilangan orang yang dicintai, atau kondisi kesehatan yang buruk. Akan tetapi, tidak setiap orang yang memiliki pengalaman buruk mengalami depresi. Ada interaksi antara pengalaman buruk, individu, dan gangguan depresi. Terdapat pula dialog dalam diri manusia antara pikiran, emosi dan perilaku.
Pikiran berperan besar terhadap emosi dan perilaku manusia. Menurut Aaron Beck, orang dengan depresi memiliki pikiran dan keyakinan irasional yang berasal dari skema negatif. Skema negatif terbentuk melalui pengalaman buruk sewaktu kecil dan memicu terjadinya bias dalam berpikir. Bias yang dimaksud adalah kecenderungan seseorang untuk memproses apapun yang terjadi secara negatif, baik yang terjadi dalam diri maupun di luar diri sendiri.
Orang dengan depresi meyakini bahwa dirinya payah dan tidak berguna, sehingga wajar bila ia disalahkan, dibenci, dihakimi dan disakiti. Orang dengan depresi juga berpikir bahwa hidupnya penuh penderitaan. Ia tidak memiliki tempat yang aman dan nyaman sehingga merasa pantas untuk “lari” dalam kehidupan. Apabila cara berpikir negatif terus dipertahankan, maka berujung pada ruminasi. Ruminasi adalah kecenderungan seseorang untuk terus memikirkan pengalaman buruk yang menyakitkan di masa lalu. Ketika seseorang terjebak dalam ruminasi, ia akan menyesali serta menyalahi diri sendiri atas pengalaman yang sudah terjadi. Hingga akhirnya, muncul emosi negatif yang kuat dalam diri. Emosi negatif yang muncul seperti sedih, marah, benci, frustrasi, serta sepi. Kondisi pikiran dan emosi negatif dapat berujung pada perilaku yang negatif pula, yaitu mencaci atau menyakiti diri sendiri.
***
Penuhi Cinta dalam Diri Anda
Mencintai diri berarti memberikan welas asih kepada diri sendiri. Konsep ini dikenal dengan kasih sayang diri, sebuah cara positif dan sehat untuk berhubungan dengan diri sendiri di kala menghadapi momen penderitaan dalam hidup. Kasih sayang diri sendiri dapat menjadi kekuatan untuk sayarawat diri dari depresi dan memulihkan depresi. Ada tiga hal di dalamnya kasih sayang diri, yaitu perhatian, kemanusiaan umum, dan kebaikan diri.
Perhatian membantu kita berada di momen kini, serta menyadari dan menerima realitas kehidupan tanpa menghakimi. Perhatian juga melatih kita untuk menerima setiap pikiran dan perasaan menyakitkan dengan penuh kesadaran, tanpa mengabaikan atau melebih-lebihkan. Melalui perhatian, kita memiliki ruang jeda untuk berhenti sejenak. Kita tidak mudah terjebak di masa lalu atau masa depan, dan mampu hadir di masa kini. Kita juga tidak mudah larut dalam pikiran dan perasaan menyakitkan. Dengan begitu, perhatian dapat mencegah terjadinya ruminasi serta menguatkan kemampuan diri untuk berhadapan dengan segala pikiran atau perasaan negatif yang tiba-tiba hadir.
Kemanusiaan umum melatih kita untuk menghadapi pandangan negatif terhadap kehidupan. Melalui kemanusiaan umum, kita menyadari bahwa kegagalan atau penderitaan wajar dialami oleh setiap manusia. Kita dapat melihat pengalaman tersebut dengan sudut pandang yang lebih luas dan positif. Kita sadar bahwa semua orang menjalani kehidupan yang tidak sempurna sehingga tidak perlu merasa menjadi satu-satunya orang yang paling menderita.
Ketika kita telah berada di momen kini dan melihat pengalaman penderitaan secara positif, kita lebih mudah menerapkan kebaikan diri. Kebaikan diri adalah kebaikan yang diberikan kepada diri sendiri dengan kehangatan dan penerimaan tanpa syarat. Melalui skebaikan peri, kita melindungi diri dari tumbuhnya akar depresi seperti menyalahkan atau membenci diri sendiri. Alih-alih menyalahkan atau membenci diri sendiri, kita berlatih untuk memberi pengertian dan kasih sayang terhadap diri sendiri. Kita menjadi sahabat bagi diri sendiri, yang menghargai kelebihan dan menerima kekurangan yang ada dalam diri kita.
***
Pulih dari depresi bukan proses yang instan. Melindungi diri untuk terbebas dari depresi pun bukan proses yang mudah. Karena sesunggunya, kita tidak bisa bebas dari hal-hal negatif dalam kehidupan ini. Mulailah mencintai diri sendiri dengan sepenuh hati. Mencintai dengan membiasakan diri untuk hadir di momen kini serta tidak membiarkan diri larut dalam pikiran dan perasaan menyakitkan. Melatih diri untuk memandang penderitaan secara positif. Menerima dan mengasihi diri sendiri, terlepas dari kesalahan dan kegagalan yang pernah kita lakukan. Dengan mencintai diri sendiri, kita mengizinkan terjadinya dialog yang sehat antara pikiran, emosi, dan perilaku. Mencintai diri sendiri menjadi gambaran seolah-olah kita sedang menutup rapat pintu besar bertuliskan depresi. Kita memilih untuk membuka lebar pintu besar bertuliskan pulih dan bahagia.
Artikel ini adalah menyumbang tulisan dari Wahyu Wiratmoko. Wahyu belajar untuk mendengar dan memahami dengan lebih baik. Dia bisa dihubungi melalui email [email protected] dan instagram @majelisbasaudan
Sumber gambar: www.unsplash.com
[ad_2]
Sumber Berita