[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Terapi cuci otak Digital Substraction Angiography (DSA) yang dipopulerkan mantan Menteri Kesehatan dr. Terawan menjadi kontroversi. Metode yang diklaim efektif menyembuhkan banyak penyakit ini bahkan pernah menjadi pilihan sejumlah pejabat di Tanah Air.
Promotor riset Terawan di Unhas, Prof Irawan Yusuf, pada 2018 menyebut riset Terawan tentang DSA sudah memenuhi standar penelitian untuk S3. Namun untuk diterapkan pada pasien, masih harus melalui uji klinis.
Foto: Terapi cuci otak Digital Substraction Angiography (DSA) kembali jadi kontroversi. Meski sudah diteliti sebagai disertasi S3, terapi ini belum pernah uji klinis. (Widiya Wiyanti/detikHealth)
Terapi cuci otak Digital Substraction Angiography (DSA) kembali jadi kontroversi. Meski sudah diteliti sebagai disertasi S3, terapi ini belum pernah uji klinis. (Widiya Wiyanti/detikHealth) |
Terapi cuci otak merupakan inovasi metode medis Terawan yang kala itu menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto serta Dokter Kepresidenan Republik Indonesia. Terawan mulai memperkenalkan inovasi itu sejak 2004 dan mulai banyak peminat tahun 2010.
Cara ini diklaim berhasil menangani berbagai pasien yang mengalami stroke. Diperkirakan ada sekitar 40 ribu pasien telah mencoba pengobatannya.
Foto: Terapi cuci otak Digital Substraction Angiography (DSA) kembali jadi kontroversi. Meski sudah diteliti sebagai disertasi S3, terapi ini belum pernah uji klinis. (Widiya Wiyanti/detikHealth)
Terapi cuci otak Digital Substraction Angiography (DSA) kembali jadi kontroversi. Meski sudah diteliti sebagai disertasi S3, terapi ini belum pernah uji klinis. (Widiya Wiyanti/detikHealth) |
Namun, IDI kemudian mempersoalkan metode terapi cuci otak yang menggunakan alat DSA Terawan yang belum teruji secara ilmiah. Selain itu, Terawan juga melakukan publikasi dan promosi masif dengan klaim kesembuhan di media.
Ada setidaknya dua kelemahan utama dari terapi ini. Pertama adalah penggunaan heparin. Seharusnya, heparin dalam dosis kecil digunakan untuk menjaga ujung kateter tetap terbuka. Dalam terapi ‘cuci otak’ Terawan, heparin difungsikan untuk merontokkan gumpalan darah pemicu stroke.
“Bekuan darah itu sudah mengeras di situ dan tidak mungkin kita cari di literatur manapun bahwa heparin efektif merontokkan, melarutkan bekuan darah seperti itu,” ungkap ahli farmakologi Prof Rianto.
Kelemahan berikutnya adalah tidak ada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Tanpa ada kelompok kontrol, kesahihan riset diragukan.
[Gambas:Video CNBC]
(hsy/hsy)
[ad_2]