[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengingatkan pemerintah saat ini bisa mewarisi proyek-proyek mangkrak di bidang infrastruktur. Selain itu, juga diungkapkan soal utang BUMN karya yang bengkak sampai triliunan rupiah.
Hal ini diungkapkannya dalam sebuah diskusi online Narasi Institut, Jumat (9/4/2021).
“Sebetulnya bung Arya (Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga) dan Erick Thohir panen proyek mangkrak, pada 2018 – 2019 kalau tidak ada PMN, pasti di 2021 proyek-proyek itu mangkrak,” jelasnya.
Kenapa 2021? Menurut Said, proyek di tahun ini yang tidak ekonomis itu selesai. Sehingga akan muncul tiga beban operasional yakni beban operasional, beban utang, juga beban penyusutan. Sementara pendapatan akan sulit karena proyek itu tidak ekonomis.
Proyek-proyek itu seperti Jalan tol Bekasi – Cawang – Kampung Melayu, kereta cepat Jakarta – Bandung dan Bandara Kertajati. Said juga bicara jalan keluar agar BUMN karya selamat dari kerugian ini dengan dijual.
“Jalan keluarnya cuma dua pertama pemerintah harus mengeluarkan PMN, atau proyek itu dijual, tapi saya yakin itu tidak laku, kenapa? saya paham cost proyek ini jauh lebih mahal dari biasanya,” jelas Said.
Dia mencontohkan pembangunan jalan tol pada 2010 sekitar Rp 60 miliar, sekarang bangun tol luar kota Rp 100 miliar per kilometer. Dalam kota Rp 150 miliar per kilometer. Begitu juga bandara yang tidak feasible atau layak.
“Sumber utamanya adalah hegemoni euphoria pembangunan infrastruktur yang dibebankan ke yang membebani BUMN,” katanya.
Said pesimistis penyelesaian kerugian BUMN secara organik kinerja bisnis, jalan lain pemerintah harus ikut campur menyelesaikan BUMN konstruksi. Penyebab kerugian ini berasal dari penugasan. Ia mengingatkan menteri yang memberi penugasan seperti Kementerian PUPR juga Kementerian Perhubungan turut bertanggung jawab mencarikan anggaran untuk BUMN Karya.
Kasus Waskita yang Berdarah-Darah
PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengalami kesulitan beban bunga utang yang besar. Tercermin dari laporan keuangan pada 2020 lalu, liabilitas perusahaan sebesar Rp 89,01 triliun dan beban bunga utang mencapai Rp 4,7 triliun.
Dalam diskusi online Narasi Institute, Jumat (9/4/2021), Associate Partner BUMN Research Group Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia, Toto Pranoto menjelaskan kenaikan beban bunga ini berkaitan dengan kenaikan beban biaya dari sumber daya manusia.
“Ini berkaitan item dengan cost SDM, naik tapi bukan gaji personel Waskita Karya yang naik,” jelas Toto.
Ia menjelaskan item yang berkaitan dengan biaya SDM naik karena pesangon pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT) naik karena ada proyek yang diterminasi. Selain itu biaya pesangon juga besar untuk pegawai pensiun.
Ditambah masalah dana pensiun karyawan Waskita ditempatkan pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Jiwasraya. Sehingga Waskita Karya harus me-refinancing atau membayarkan lebih dulu dana pensiun karyawan.
“Belum lagi, ada anggaran biaya Covid – 19, dari hal hal ini membuat alokasi di 2020 besar. Saya cek anggarannya bukan karena level gaji naik tapi kaitannya dengan soal tadi,” katanya.
Ia melihat perusahaan ini banyak kontrak pekerjaan yang diterminasi akibat pandemi.
Sebelumnya, menanggapi kerugian ini Presiden Direktur PT Waskita Karya Tbk, Destiawan Soewardjono melakukan upaya untuk menekan beban bunga dengan divestasi 5 ruas tol. Tapi tertunda karena pandemi Covid – 19.
“Akibat pandemic tahun 2020 harusnya ada 5 ruas yang kami divestasi, tapi kami gagal karena para investor menunda,” katanya dalam webinar, Kamis (8/4/2021).
“Kalau ini terjadi maka ini akan mengurangi beban utang Waskita yang tahun lalu dengan utang hampir Rp 90 triliun itu kami harus menanggung beban bunga Rp 4,7 triliun, jadi ini sangat-sangat berat,” ujarnya.
Direktur Keuangan Waskita Karya, Taufik Hendra Kusuma, mengatakan saat ini ada 9 ruas tol yang sedang didivestasi. Empat di antaranya sudah hampir tahap closing 5 lainnya masih dalam pipeline.
Jika berhasil divestasi, ruas tol tersebut akan memangkas beban utang perseroan mencapai Rp 20 triliun. Selain divestasi perusahaan juga memperbaiki kinerja dengan restrukturisasi utang.
“Tahun ini saja kalau misalnya kita bisa sesuai target 9 ruas praktis kita bisa merilis dari sisi utang sampai ke sekitar Rp 20 triliun itu akan lepas baik efeknya dari pembayaran maupun dari rekonsolidasi, belum termasuk profitnya.” Jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi)
[ad_2]