[ad_1]
Jakarta, Eksekutif —
Putri tidur Kalsel kembali terlelap. Siti Raisa Miranda yang akrab disapa Echa, gadis asal Kalimantan Selatan ini harus dirawat di RSUD Dr Ansari Saleh Banjarmasin setelah tiga hari tidak bangun tidur. Kondisi ini tak pelak membuat orang tuanya khawatir.
“Malam Sabtu kondisi masih guring (tertidur), kemudian ulun (saya) bawa ke rumah sakit untuk rawat inap. Selama tiga hari di RS Ansari Saleh anak ini belum juga bangun. Akhirnya dibawa pulang ke rumah, karena hasil pemeriksaan medis normal-normal saja,” kata Mulyadi.
Kondisi seperti ini bukan kali pertama dialami Echa. Pada 2017, Echa jadi perbincangan publik berkat kondisinya. Menghimpun informasi dari berbagai media, kala itu Echa tertidur selama 13 hari di usia 13 tahun. Kasus inilah yang membuatnya dijuluki ‘Putri Tidur dari Banjarmasin’ atau putri tidur Kalsel.
Di tengah ramai perbincangan netizen saat itu, kondisi Echa dikaitkan dengan Sleeping Beauty Syndrome atau Kleine-Levin syndrome (KLS). Pakar kesehatan tidur dari Snoring & Sleep Disorder Clinic Pondok Indah, Andreas Prasadja, mengungkapkan belum pernah ada kasus KLS di Indonesia. Baru kasus putri tidur Kalsel ini yang ia ketahui.
“Kasusnya sangat jarang, dan pengobatannya pun belum ada yang pas,” ujar Andreas.
Tak hanya sangat jarang di Indonesia, kasus KLS seperti yang dialami putri tidur Kalsel pun terbilang jarang bahkan langka di dunia. Orang yang mengalami KLS akan merasakan kantuk berlebihan dan berulang. Melansir dari berbagai sumber, seseorang dengan KLS bisa menghabiskan waktu selama 20 jam untuk tidur.
Dalam jurnal yang diterbitkan di Indian Jurnal Kedokteran Psikologis, KLS ditandai dengan hipersomnia (rasa kantuk berlebih saat siang hari) dalam berbagai derajat, hiperfagia (rasa lapar berlebihan), gangguan kognitif dan hiperseksualitas. Meski penyakit banyak menyerang remaja pria, penelitian yang ditulis dalam jurnal menyebut ada temuan kasus KLS pada perempuan paruh baya di India.
Kenapa orang bisa mengalami kasus seperti putri tidur Kalsel?
Penyebab pastinya belum diketahui hingga kini. Namun ada kondisi-kondisi tertentu yang meningkatkan risiko KLS termasuk cedera di hipotalamus yakni bagian otak yang mengontrol tidur, nafsu makan dan suhu tubuh. Ada pula temuan kasus KLS setelah infeksi mirip flu. Kemudian ada yang menyebutkan bahwa KLS berhubungan dengan penyakit autoimun. Ada kemungkinan kasus KLS berhubungan dengan genetik.
Untuk penanganannya sendiri, biasanya pasien akan diberikan obat untuk membantu mengelola gejala termasuk mengurangi durasi episode (waktu tidur) dan mencegah episode berikutnya. Obat-obatannya termasuk methylphenidate (Concerta) dan modafinil (Provigil) untuk memberikan stimulasi, meningkatkan kesadaran dan mengurangi rasa kantuk.
Sindrom ini umumnya bersifat episodik. Artinya, seseorang dengan KLS akan mengalami episode-episode tertentu selama beberapa waktu untuk kemudian kembali normal. Ketika gejala muncul, umumnya episode KLS akan berlangsung dalam hitungan hari, pekan, hingga bulan.
Gejala KLS yang paling umum adalah rasa kantuk yang ekstrem. Seseorang dengan KLS akan memiliki keinginan kuat untuk tidur kapan pun atau kesulitan untuk terbangun di pagi hari. Mereka bahkan bisa saja hanya bangun untuk pergi ke kamar mandi atau makan, lalu kembali tidur.
Selama rasa kantuk yang menerus, sleeping beauty syndrome seperti yang dialami putri tidur Kalsel juga dapat memicu gejala lain, di antaranya:
– halusinasi
– disorientasi
– Mudah tersinggung
– perilaku kekanak-kanakan
– nafsu makan meningkat
– dorongan seks berlebih
KLIK DI SINI UNTUK ARTIKEL SELANJUTNYA
(the / chs)
[Gambas:Video CNN]
.
[ad_2]