Warga Keturunan Tionghoa di Belitung Gelar Tradisi Ceng Beng

  • Bagikan
Ceng Beng dimaknai sebagai sembahyang kubur guna menghormati arwah para leluhur yang telah meninggal dunia.

[ad_1]

Jakarta, Eksekutif —

Warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menggelar tradisi Ceng Beng atau sembahyang kubur guna menghormati arwah para leluhur yang telah meninggal dunia.

“Perayaan Ceng Beng merupakan budaya Tionghoa untuk menghormati leluhur yang telah pergi sebelumnya,” kata tokoh masyarakat Tionghoa Belitung Ayie Gardiansyah di kompleks pemakaman marga Tjong, Minggu (4/4) pagi.

Dikatakannya, selama festival Ceng Beng, warga Tionghoa dan keluarganya menggelar doa kuburan bersama di makam leluhur dengan membawa berbagai macam hidangan seperti buah-buahan dan makanan.


“Jadi bulan ini kami wajib mengunjungi, memperingati dan menghormati leluhur,” katanya.

Ayie menambahkan, tradisi Ceng Beng biasanya diawali dengan membersihkan kuburan leluhur keluarga dan mempersiapkannya untuk melakukan ritual sembahyang.

“Sembahyang cheng beng efektif dilakukan dari 5 Maret hingga 5 April jadi ada memang rentang waktunya sekitar satu bulan,” katanya.

Ia menjelaskan mengingat masih berada di tengah situasi pandemi COVID-19 maka perayaan tradisi sembahyang kubur dilaksanakan dengan sederhana dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Kondisinya sangat jauh berbeda karena sekarang masih pandemi COVID-19 kalau biasanya banyak keluarga dari luar daerah yang pulang kampung demi melakukan sembahyang kubur,” katanya.

Sementara itu, Ketua Marga Tjong Belitung, Min Tet mengatakan meskipun ditengah pandemi COVID-19 perayaan Cheng Beng tetap dilaksanakan dengan meriah.

“Meski sudah tahun lebih pandemi ini tidak mengurangi makna dari pada tradisi yang sudah beratus tahun memang agak ada yang sedikit berkurang sebelum pandemi,” katanya.

Jika pada tahun sebelumnya, kata dia, banyak sanak keluarga yang berada di luar kota bahkan luar negeri pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga namun tahun ini jumlahnya terbatas.

“Karena mungkin faktor ketakutan jangan sampai membawa virus ke kampung halaman,” pungkas Min Tet.

(ANTARA / ard)

[Gambas:Video CNN]


.

[ad_2]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tak Hanya Produk Branding, Media Massa Pun Dipalsukan Seperti Majalah EKSEKUTIF ini