Masyarakat perlu mengenal perbedaan praktik wartawan profesional dengan wartawan gadungan
Apa yang membedakan wartawan bodrek dengan wartawan sungguhan?
Profesi wartawan bisa dilihat dari berbagai aspek. Pertama, dalam pengertian sehari-hari, wartawan adalah orang yang melakukan kerja jurnalistik berdasarkan etika dan ada produk yang dihasilkan secara teratur.
Dalam Pasal 1 ayat (4) UU Pers dikatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.
Jika ada orang berniat mencuri, merampok, atau membodohi masyarakat dengan bermodal kamera atau seragam wartawan, maka dia bukan wartawan.
Wartawan gadungan suka mendatangi, misalnya, orang yang tidak paham tentang siapa dan apa pekerjaan wartawan. Atau mendatangi orang yang sebenarnya paham jurnalistik dan aspek hukum pers, tetapi karena orang itu bermasalah, maka ikut menjadi bagian dari wartawan gadungan.
Ada aspek saling memanfaatkan. Orang itu bisa menjadi perahan atau sebaliknya si wartawan menjadi penyelamatnya.
Apa itu persoalan profesionalisme?
Seseorang yang disebut memiliki profesi harus mempunyai kompetensi yang didapat melalui pelatihan singkat, pendidikan singkat atau formal.
Dengan pelatihan tersebut ia memiliki keahlian. Ia bekerja tidak semata-mata karena profesinya namun juga memiliki tanggung jawab terhadap karyanya.
Apakah karyanya telah memberi manfaat, misalnya.
Kriteria mengenai profesionalisme ini sulit dibuat dalam satu regulasi.
Sekarang persoalan itu dikembalikan ke Dewan Pers. Namun Dewan Pers dalam posisi yang gamang.
Kalau Dewan Pers membuat higher regulation (aturan-aturan yang berlebihan), Dewan Pers bisa kembali ke masa Departemen Penerangan.
Tetapi, jika dibiarkan, para “pembonceng-pembonceng pers” semakin keterlaluan.
****
Melalui pusat SMS (short massage service), Dewan Pers menerima sejumlah SMS yang isinya mengeluhkan keberadaan wartawan bodrek, antara lain:
• “Tolong wartawan gadungan diberantas karena merusak citra pers, terutama menjelang lebaran”.
• “Bagaimana mengatasi wartawan bodrek yang datang tiap Jumat meminta jatah dan selalu mengatasnamakan kebebasan pers.”
****
DI era kebebasan pers, keberadaan wartawan gadungan belum dapat dihilangkan.
Wartawan gadungan bukan wartawan. Sedang profesi wartawan adalah bermartabat dan terhormat.
Ada wartawan bekerja di media yang jelas tetapi meminta uang kepada narasumber usai meliput.
Bagaimana menyikapinya?
Kalau wartawan bekerja secara profesional ia tidak mau meminta amplop dari masyarakat.
Wartawan yang profesional biasanya bekerja di perusahaan pers yang sehat.
Ciri perusahaan pers yang sehat, mereka memiliki pembaca, pendengar atau pemirsa yang mau membeli atau menonton. Sehingga ada pemasang iklannya. Mereka memiliki kredibilitas dan dapat menggaji wartawannya secara wajar.
Selama ini rendahnya kesejahteraan banyak dijadikan alasan wartawan untuk meminta amplop kepada narasumber.
Apakah itu dibenarkan?
Kalau ada orang mengaku wartawan, kemudian meminta uang kepada narasumber dengan alasan gajinya tidak mencukupi, sebaiknya ia mundur saja dari profesi wartawan.
Perilakunya mencederai kehormatan profesi wartawan.