2 Emiten Baru Sahamnya Drop di bawah ARB ‘Normal’, kok Bisa?

oleh -6 views
2 Emiten Baru Sahamnya Drop di bawah ARB 'Normal', kok Bisa?

[ad_1]

Jakarta, Eksekutif – Saham emiten pendatang baru di bursa, distributor furniture bergaya Italia, PT Imago Mulia Persada Tbk (LFLO) atau Laflo, ambles dalam melebihi ketentuan batas auto rejection (ARB) ‘normal’ sebesar 7% pada sesi I hari ini, Jumat (16/4/2021).

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), LFLO anjlok 9,84% ke posisi Rp 174/saham. Nilai transaksi LFLO sebesar Rp 1,04 miliar.

Amblesnya LFLO pada perdagangan hari ini mengakhiri reli penguatan selama 7 hari beruntun atau sejak saham ini resmi melakukan penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO) pada 7 April lalu.

Sama seperti emiten-emiten yang baru IPO lainnya, LFLO terkena ‘demam’ auto rejection atas (ARA) saat awal-awal beraktivitas di bursa.

Sebelum hari ini, selama 7 hari berturut-turut saham LFLO mengalami lonjakan hampir 10%.

Saham emiten yang baru melantai di bursa lainnya pada bulan ini, tepatnya pada 9 April 2021, juga sempat ambruk lebih dari 7%. Emiten yang dimaksud ialah penyedia jasa konstruksi PT Fimperkasa Utama Tbk (FIMP).

Setelah ditutup melonjak sampai ARA sebesar 9,60% ke Rp 137/saham pada hari pertama IPO, saham emiten yang berdiri pada 1993 ini ambles lebih dari 9% selama tiga hari beruntun.

Kendati pada Kamis (15/4) sempat kembali rebound 1,98%, pada pagi ini saham FIMP anjlok 7,77% ke RP 95/saham. Adapun pada penutupan sesi I hari ini koreksi FIMP sedikit membaik di 5,83%.

Lalu, pertanyaannya, kenapa dua saham tersebut bisa ambles melebih batas ARB pada umumnya?

Jawabannya adalah karena kedua saham tersebut tercatat di Papan Akselerasi.

Jadi, salah satu pembeda paling signifikan Papan Akselerasi dengan papan lainnya adalah batasan harga saham terendah di Papan Akselerasi bisa sampai Rp 1/saham, sementara Papan Utama dan Papan Pengembangan terendah yakni Rp 50/saham alias saham gocap.

Sebagai informasi, ada tiga papan perdagangan yakni Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi.

Batasan harga terbawah tersebut akan berdampak pada batasan ARA dan ARB.

Menurut Surat Keputusan Direksi BEI No. Kep-00109/BEI/12-2020 Pedoman Perdagangan PT Bursa Efek Indonesia, saham-saham di Papan Akselerasi, yang harganya lebih dari Rp 10/saham, boleh naik sampai 10% dan turun tidak lebih dari 10% dalam sehari perdagangan.

Apabila harga saham di papan tersebut berada di rentang harga acuan Rp 1-Rp 10, batas ARA saham ini lebih dari Rp 1 di atas Harga Acuan. Sementara batas ARB-nya lebih dari Rp 1 di bawah Harga Acuan.

Jadi, wajar saja apabila saham LFLO dan FIMP anjlok sampai mendekati level 10% karena kedua saham tersebut meluncur di Papan Akselerasi. Demikian pula, dengan ARA keduanya, yang tidak boleh lebih dari 10%.

Ada Saham PLAN

Sebelumnya, saham yang bergerak di Papan Akselerasi lainnya, saham emiten yang bergerak di bisnis properti dan perhotelan, PT Planet Properindo Jaya Tbk (PLAN) juga sempat ambles lebih dari 7% dan harga saham di bawah gocap alias Rp 50/saham.

Kejadiannya terjadi pada 29 Maret 2021, ketika PLAN terjun bebas 10% ke level 27/saham. Sebelum tanggal tersebut, saham PLAN juga sempat mendekati level 10% pada hari-hari sebelumnya.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, di Papan Akselerasi, harga suatu saham diperbolehkan sampai Rp 1/saham.

Dengan amblesnya saham PLAN sampai di bawah Rp 50/saham. Ini membuat PLAN menjadi satu dari dua saham yang saat ini berada di bawah level gocap.

Emiten lainnya yang berada di bawah gocap ialah startup jasa digital tourism PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO), yang saat ini, pukul 14.12 WIB, ambles 2,00% ke Rp 49/saham.

Pada 22 Juli 2019, BEI resmi memperkenalkan papan akselerasi lewat aturan Peraturan Nomor I-V 2019 tentang Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham di Papan Akselerasi yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat .

Aturan di papan baru ini cukup berbeda dengan dua papan yang ada sebelumnya lantaran tipe perusahaan yang juga berbeda, mulai dari kelas aset hingga aturan yang juga disiapkan khusus untuk perusahaan ini saat tercatat.

Papan akselerasi ini disediakan BEI untuk mengakomodasi perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar alias perusahaan-perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah (UKM).

Adapun perusahaan yang diklasifikasikan sebagai perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar. Sedang perusahaan menengah dikelompokkan dari perusahaan yang memiliki kisaran aset Rp 50 miliar-Rp 250 miliar.

Mengingat karakter perusahaan berbeda dengan dua papan pencatatan sebelumnya, maka dalam aturan khusus ini juga terdapat beberapa kelonggaran yang diberikan kepada calon emiten.

Beberapa kelonggaran di antaranya adalah penangguhan penerapan good corporate governance (GCG) dan standar akuntansi yang hanya menggunakan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP).

Perusahaan ini juga dibebaskan untuk masih merugi hingga maksimal 6 tahun setelah tercatat, asalkan manajemennya bisa menjanjikan sustainalibitas perusahaan. Sebagai tambahan persyaratan keuangan perusahaan lebih ringan.

Selain itu, struktur penawaran publik juga lebih sedikit dengan biaya pencatatan yang juga lebih rendah. Bursa juga memberikan kelonggaran dalam hal penyampaian keterbukaan informasi untuk publik.

Sebagai perbedaan, di papan pengembangan calon emiten tercatat boleh mencatatkan rugi usaha, sementara di papan utama si calon emiten mesti mencetak laba usaha minimal 1 tahun terakhir.

Untuk permodalan, di Papan Utama modal perusahaan atau aset berwujud bersih (net tangible asset) minimal di atas Rp 100 miliar, sementara di Papan Pengembangan boleh minimal Rp 5 miliar.

Laporan keuangan audit harus minimal 3 tahun di mana 2 tahun mendapat opini Wajar Tanpa Modifikasian (WTM), sementara di Papan Pengembangan audit minimal 12 bulan dan 1 tahun dapat opini WTM.

Informasi saja, menurut data BEI, sejak 2020 ada 7 saham emiten yang tercatat di papan akselerasi, dengan bidang usaha yang merentang mulai dari startup travel, jasa konstruksi, sampai distributor furniture.

Lebih rinci, pada 2021, ada FIMP yang listing pada 9 April dan LFLO yang IPO pada 7 April.

Sementara pada 2020, ada PGJO yang IPO pada 8 Januari, PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk. (CASH) pada 4 Mei, PT Boston Furniture Industries Tbk (SOFA) pada 7 Juli, PT Prima Globalindo Logistik Tbk (PPGL) pada 20 Juli dan PLAN pada 15 September 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

(adf/adf)


[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.