[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – CEO Indonesia Investment Authority (INA), Ridha D.M. Wirakusumah menyatakan saat ini sedang menjajaki portofolio perdana di sektor yang memiliki nilai tambah tinggi dan efek berganda terhadap perekonomian, salah satunya adalah infrastruktur.
Seperti diketahui, lembaga yang baru berusia 17 hari ini sedang merampungkan organisasi internal dengan penerapan good corporate governance (GCG) yang kuat dan menargetkan dana kelolaan yang terhimpun sampai dengan penghujung tahun ini sebesar Rp 75 triliun dari penempatan investasi pemerintah.
“Kami diangkat oleh Presiden bersama Dewas untuk bisa menciptakan suasana investasi lebih baik di Indonesia, menimbulkan confidence untuk para investor, tidak hanya asing juga Indonesia untuk bisa bersama-sama berinvestasi di sektor-sektor yang penting dan mempunyai nilai tambah dan multiplier effect, salah satunya adalah infrastruktur,” kata Ridha, di program Power Lunch, Jumat (12/3/2021).
Menurut Ridha, saat ini juga sudah ada pembicaraan dengan beberapa investor yang potensial dan beberapa di antaranya sudah melalui dialog yang lebih lanjut dengan SWF Indonesia.
Adapun mengenai proses pendanaan di SWF, kata dia cukup berbeda dari skema pendanaan proyek infrastruktur pada umumnya seperti melalui pinjaman bank atau dengan menjadi perusahaan terbuka.
“INA ini memang sedikit lain, kami ingin sekali mengundang investor tidak hanya uangnya saja tapi ada nilai tambahnya dari segi operational expertise dan execution-nya,” lanjut Ridha.
Sebagai contoh, misalnya INA akan berinvestasi di sektor penting seperti pelabuhan, bandara, sektor kesehatan, maka INA selain menjaring uang dari investor global juga bekolaborasi bersama untuk berinvestasi di sektor yang potensi tersebut.
“Kami dari INA juga ikut berinvestasi mengawinkan perusahaan yang membutuhkan dana ekuitas dan juga tambahan manajemen expertise dari strategic investor dari dana tarik kita tarik,” tuturnya.
Dia menyebut, nantinya tak hanya perusahan BUMN saja yang memiliki kesempatan untuk memperoleh pendanaan dari INA, perusahaan swasta juga bisa ikut ambil bagian. Hanya saja, kata dia, memang ada beberapa BUMN yang memiliki tambahan modal yang mendesak dan prioritas untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti jalan tol.
“Sejauh ini dana selalu dari pinajman bank, perusahaan tersebut leverage sudah tinggi di samping menjadi beban ke APBN,” bebernya.
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps)
[ad_2]