[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup tertekan hampir 1% pada perdagangan awal pekan Senin (22/3/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut ditutup melemah 0,87% ke 6.301,13, mengikuti pelemahan bursa saham Asia pada hari ini.
Data perdagangan mencatat sebanyak 217 saham menguat, 253 melemah dan 164 lainnya stagnan. Nilai transaksi hari ini kembali turun menjadi Rp 10 triliun.
Tercatat investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 413 miliar. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat membeli bersih sebesar Rp 4,7 miliar.
Asing melakukan penjualan di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 183 miliar dan di saham PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 111 miliar. Selain itu, asing juga melepas saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Rp 30 miliar.
Sedangkan beli bersih dilakukan asing di saham PT Japfa Tbk (JPFA) yang dikoleksi sebesar Rp 32 miliar dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) sebesar Rp 23 miliar.
Dari dalam negeri, pemerintah resmi memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro hingga 5 April 2021. Cakupannya kini bertambah ke Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Namun, pemerintah memberi kelonggaran terhadap sejumlah aktivitas. Kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi/akademi mulai diuji coba untuk berlangsung secara tatap muka yang nantinya diatur oleh Peraturan Kepala Daerah.
Kegiatan sosial-budaya juga sudah diizinkan, dengan kapasitas maksimal 25% dan menerapkan protokol kesehatan.
Selanjutnya, Pelaku pasar mulai mengendus adanya kemungkinan pemerintahan Presiden Joseph ‘Joe’ Biden untuk menaikkan tarif pajak. Maklum, pemerintah butuh pemasukan untuk membiayai pembengkakan pengeluaran, termasuk untuk paket stimulus bernilai US$ 1,9 triliun.
“Ini (kenaikan tarif pajak) sudah patut menjadi hal yang dianggap serius. Ini akan segera dibicarakan dan akan menjadi kenyataan,” tutur Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial, seperti dikutip dari Reuters.
“Dalam 6-8 bulan ke depan, pasar akan semakin khawatir dengan isu tersebut,” tambah Jonathan Golub, US Equity Strategist di Credit Suisse, juga dikutip dari Reuters.
Pada masa kampanye, Biden memang mengusulkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 21% menjadi 28%. Rencana ini mendapat dukungan dari Janet Yellen, Menteri Keuangan AS.
Menurut riset Citi, kenaikan tarif PPh dari 21% menjadi 25% saja sudah menggerus laba emiten anggota S&P 500 sekitar 4-5%. Kalau tarif naik sampai 28%, maka laba akan turun 6-7%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(chd/chd)
[ad_2]