Jakarta, Eksekutif – Harga batu bara melanjutkan pelemahan dengan terkoreksi selama tiga hari perdagangan beruntun. Melemahnya harga ditopang oleh mulai pasokan China yang semakin tinggi dan tingkat impor China yang semakin menurun dari berbagai negara.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember ditutup di posisi US$ 124 per ton atau terkoreksi 1,2% pada perdagangan Senin (20/11/2023). Posisi saat ini masih tergolong pada level terpuruknya jika dilihat dalam dua tahun terakhir.
Pelemahan ini menjadikan harga batu bara relatif terendah tahun ini yang sebelumnya sudah tersentuh pada 6 November lalu pada US$ 122,25 per ton. Di sisi lain, harga batu bara juga akan cukup berat untuk mengalami penguatan signifikan, khususnya jika tidak terdapat sentimen pendorong signifikan.
Pelemahan harga batu bara terjadi seiring dengan turunnya impor batu bara Tiongkok dari Rusia pada Oktober ke level terendah dalam delapan bulan. Merujuk Reuters, penurunan disebabkan harga yang kurang kompetitif dan lemahnya permintaan penyetokan ulang di perusahaan utilitas Tiongkok mempengaruhi pembelian.
Impor dari Rusia tercatat sebesar 7,64 juta ton pada Oktober 2023, dibandingkan dengan 9,24 juta ton pada September. Kondisi ini mencatat tingkat terendah sejak Februari, menurut data dari Administrasi Umum Bea Cukai pada hari Senin.
Penurunan pengiriman ini sebagian terjadi karena bea ekspor baru terhadap beberapa komoditas Rusia, termasuk batu bara, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, membuat impor Rusia menjadi lebih mahal.
Harga batubara termal dengan kandungan energi sebesar 5.500 kilokalori (kkal) diperdagangkan sekitar US$102 per ton pada awal November di pelabuhan timur Rusia dengan basis free-on-board (FOB), menurut sumber perdagangan. Harga tersebut lebih mahal dibanding dengan harga batubara Australia dengan kalori yang sama setara dengan US$95 per ton.
Namun pengiriman ke batubara Rusia pada bulan Oktober tetap 19% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022.
Pengiriman dari Mongolia, yang sebagian besar berupa batu bara kokas, berjumlah 5,01 juta ton, turun dari 6,71 juta ton pada bulan September. Pengiriman tersebut sebagian besar disebabkan oleh libur Hari Nasional selama seminggu di awal Oktober, yang berdampak pada bea cukai darat antara Mongolia dan Tiongkok, menurut pelaku pasar dan analis.
Pengiriman batu bara Indonesia juga turun pada bulan lalu menjadi 15,78 juta ton dari 18,06 juta ton pada September.
Sementara itu, kedatangan batubara Australia berjumlah 4,99 juta ton pada Oktober, sedikit naik dari 4,9 juta metrik ton pada bulan sebelumnya, meskipun impor dari sebagian besar negara asal mengalami penurunan.
Pedagang Tiongkok dan pengguna hilir telah meningkatkan pembelian batu bara dari Australia sejak Beijing menghapus larangan perdagangan batu bara dengan Australia selama hampir dua tahun pada bulan Januari.
Namun batu bara Australia menjadi kurang menarik karena harganya meningkat dibandingkan pasokan dalam negeri, kata analis sumber pasar.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Tiongkok memiliki tingkat persediaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga membuat mereka enggan melakukan pemesanan pembelian baru dan membatasi permintaan terhadap batu bara termal berkualitas tinggi.
Minat pembelian dari utilitas terutama terfokus pada batubara termal kualitas rendah dan menengah dengan kandungan batubara termal 3800-4200 kkal, kata mereka. Permintaan ini akan mendorong harga batu bara Indonesia, namun tidak mempengaruhi pergerakan harga ICE Newcastle secara signifikan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]