Hentikan Penurunan 3 Hari Beruntun, Rupiah Juara 2 Asia

  • Bagikan
Hentikan Penurunan 3 Hari Beruntun, Rupiah Juara 2 Asia

[ad_1]

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah berhasil menghentikan penurunan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/3/2021). Bank sentral AS (The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi membuat sentimen pelaku pasar membaik, menjadi pemicu penguatan rupiah.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung melesat 0,52% ke Rp 14.350/US$, sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Penguatan rupiah sempat terpangkas hingga tersisa 0,17%, sebelum kembali terakselerasi dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.390/US$, menguat 0,24% di pasar spot.

Meski sentimen pelaku pasar sedang membaik, tetapi mayoritas mata uang utama Asia justru melemah. Hingga pukul 15:07 WIB, ringgit Malaysia menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,27%, rupiah berada di posisi kedua.


Rupee India dan yuan China juga sukses menguat, meski tipis 0,03% dan 0,02%, sementara mata uang lainnya melemah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Dalam konferensi pers, ketua The Fed, Jerome Powell, mengakui perekonomian Amerika Serikat sudah membaik, bahkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) dinaikkan cukup signifikan.

Di tahun ini, PDB Paman Saham diperkirakan tumbuh 6,5%, jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bulan Desember lalu 4,2%.

Powell juga mengungkapkan pasar tenaga kerja akan terus membaik, dan inflasi juga akan naik.

“Kami memang berharap bahwa akan ada kemajuan lebih cepat di pasar tenaga kerja dan inflasi setelah sekian tahun, berkat kemajuan vaksin, dan karena dukungan fiskal yang kita dapatkan,” tutur Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutip CNBC International.

Tingkat pengangguran di tahun ini diperkirakan turun menjadi 4,5% dari level saat ini 6,2%. Kemudian inflasi yang menjadi acuan The Fed, personal consumption expenditure (PCE) tahun ini diprediksi tumbuh 2,2%.

Meski perekonomian AS membaik, tetapi menurut The Fed masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneternya. Inflasi yang tinggi lebih dari 2% di tahun ini menurut Powell terjadi akibat low base affect, dimana tahun lalu inflasi merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian AS mengalami resesi.

Oleh karena itu, kenaikan inflasi tersebut belum akan cukup untuk membuat The Fed menaikkan suku bunga. The Fed menetapkan target rata-rata inflasi 2%, artinya inflasi akan dibiarkan lebih dari 2% dalam waktu yang lebih lama, sebelum mulai menaikkan suku bunga.

“Saya menegaskan, kenaikan inflasi di atas 2% di tahun ini hanya sementara, dan tidak akan cukup memenuhi target kami,” kata Powell.

Secara umum, hasil rapat kebijakan moneter The Fed kali ini menegaskan kebijakan moneter masih tetap longgar meski perekonomian AS sudah membaik. Pasar finansial global menyambut baik keputusan tersebut.

Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan.

‘”Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%,” sebut Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG edisi Maret 2021, Kamis (18/3/2021).

Konsensus pasar yang dihimpun Eksekutif memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus memperkirakan tidak ada perubahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]

(pap/pap)


[ad_2]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tak Hanya Produk Branding, Media Massa Pun Dipalsukan Seperti Majalah EKSEKUTIF ini