[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Presiden Joko Widodo kesal gara-gara Indonesia masih dibanjiri impor pipa, padahal bisa diproduksi di dalam negeri. Kekesalan Presiden ini berujung pada pemecatan pejabat tinggi Pertamina.
Bobby Gafur Umar, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Migas, mengatakan dalam program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) sudah disebutkan bahwa penggunaan produk dalam negeri oleh kementerian/ lembaga (K/L), BUMN, BUMD atau swasta adalah wajib.
Dalam kasus pipa menurutnya pipa impor dari China masih lebih murah daripada produksi dalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/ jasa apabila memiliki penjumlahan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan 40%. Produk dalam negeri yang digunakan harus mencapai TKDN 25%.
“Industri dalam negeri wajib menggunakan produk dalam negeri. Sampai Pak Luhut bilang ada pejabat Pertamina diganti karena Pak Presiden nggak berkenan. Pertamina masih ada ada yang belum bisa memaksimalkan pemakaian produk dalam negeri,” paparnya dalam webinar ‘Membedah Peluang Bisnis 70 Triliun Di Sektor Hulu Migas’, Rabu (10/03/2021).
Lebih lanjut dia mengatakan, pipa dari China sampai di Surabaya harganya tidak beda jauh dengan bahan baku dari Krakatau Steel. Dari bahan baku Krakatau Steel, begitu dilakukan pengelasan, maka ongkosnya bertambah 20-25%, sehingga pipa di Indonesia jauh lebih mahal.
“Harga pipa China sampai di Surabaya, pipa jadi sama bahan baku Krakatau Steel. Itu nggak beda jauh harganya, begitu las jadi pipa sudah nambah 20-25% ongkos pipa,” jelasnya.
Kenapa pipa China bisa jadi lebih murah? Bobby menjelaskan, ini karena negara China memberikan kredit ekspor yang sangat murah. Jika perusahaan di China hanya ekspor bahan baku, mereka akan kena pajak yang begitu tinggi.
“Begitu ekspor produk jadi, dapat insentif pajak. Di Indonesia malah belum apa-apa kena pajak,” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bijih besi dari Krakatau masih impor karena Indonesia belum ada sumber yang cukup. Menurutnya, pemerintah harus membantu agar perusahaan bisa mendapatkan bahan bakunya, sehingga produk bisa kompetitif.
“Instrumen penting penunjang TKDN, industri harus didukung teknologi. Kita harus kuasai kemampuan teknologi,” paparnya.
Di sektor teknologi menurutnya perlu didukung dengan riset dan pengembangan (Penelitian dan Pengembangan/ R&D). Penelitian ini menurutnya penting, sehingga pemerintah harus memberikan dukungan.
“Pemerintah harus berikan dukungan ke R&D, dan pendanaan karena R&D ini sering dianggap biaya (biaya), padahal ini investasi,” tegasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan baru saja memecat pejabat tinggi Pertamina karena tidak bisa meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada proyek Pertamina, terutama terkait proyek pipa yang sebagian besar masih diimpor.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut pun menyebut Jokowi geram karena tindakan pejabat tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
.
[ad_2]