[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Uni Eropa pada hari Senin (22/3/2021) memberlakukan sanksi terhadap empat pejabat China dan satu organisasi lainnya atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah Xinjiang. Langkah tersebut merupakan bagian dari tindakan terkoordinasi terhadap Beijing oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya termasuk Inggris dan Kanada.
China dengan cepat membalas terhadap organisasi negara-negara Eropa itu. Beijing mengumumkan daftar hitamnya sendiri yang terdiri dari 10 orang, termasuk anggota parlemen Eropa, dan empat entitas.
Tanggapan Beijing pada gilirannya memicu peringatan dari beberapa anggota Parlemen Eropa atau Parlemen Eropa. Mereka menyatakan tidak akan meratifikasi kesepakatan investasi UE-China yang telah disepakati pada bulan Desember.
“Pencabutan sanksi terhadap anggota parlemen adalah prasyarat bagi kami untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah China tentang kesepakatan investasi,” kata Kathleen van Brempt, anggota parlemen dari kelompok Sosialis dan Demokrat berhaluan kiri.
S&D adalah pengelompokan politik terbesar kedua di Parlemen Eropa, dengan 145 anggota parlemen. Mereka yang menjadi sasaran sanksi China juga ikut mempertimbangkan.
Reinhard Bütikofer, anggota parlemen Jerman dan Ketua Delegasi Parlemen Eropa China, mengatakan dalam sebuah posting Twitter bahwa ratifikasi kesepakatan UE-China “tidak menjadi lebih mungkin”. Apalagi setelah Beijing menjatuhkan sanksi untuk menghukum kebebasan berbicara.
Sementara itu, anggota parlemen Slovakia Miriam Lexmann, mengatakan dalam sebuah tweet bahwa tindakan China akan memperjelas bahwa Beijing tidak tertarik untuk menjadi mitra. Lexmann adalah politisi dari kelompok Partai Rakyat Eropa kanan-tengah.
“(China) menganggap sebagai saingan sistematis yang merusak nilai-nilai dan prinsip-prinsip fundamental,” katanya.
Parlemen Eropa akan memberikan suara pada kesepakatan investasi UE-China pada awal 2022. Negosiasi memakan waktu tujuh tahun dan kesepakatan itu, jika diratifikasi, akan memungkinkan investor Eropa akses yang belum pernah terjadi sebelumnya ke pasar China.
Sementara itu Beijing sendiri mengambil manuver yang juga cukup cepat. Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Qin Gang memanggil Duta Besar Uni Eropa untuk China, Nicolas Chapuis, pada Senin malam untuk memprotes sanksi oleh Uni Eropa.
Pernyataan berbahasa Mandarin yang dirilis pada hari Selasa (23/3/2021) mengatakan sanksi Uni Eropa yang ditargetkan ke China didasarkan pada “kebohongan dan disinformasi” tentang Xinjiang. Ia juga memperingatkan Uni Eropa untuk tidak memperburuk hubungan Eropa-Cina.
Kelompok hak asasi manusia seperti Amnesty International dan organisasi internasional termasuk PBB menuduh China menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur dan minoritas lainnya di kamp-kamp penahanan. Hal ini disambut pernyataan bersama yang dirilis Menteri Luar Negeri AS serta menteri luar negeri Kanada dan Inggris.
“Program penindasan ekstensif China mencakup pembatasan berat pada kebebasan beragama, penggunaan kerja paksa, penahanan massal di kamp-kamp interniran, sterilisasi paksa, dan penghancuran bersama warisan Uighur,” jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef)
[ad_2]