[ad_1]
Eksekutif – The 14th United Nations Congress on Crime Prevention and Criminal Justice (Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana ke-14 sedang berlangsung di Kyoto Jepang dari 7 Maret-12 Maret 2021. Kongres diawali dengan pembukaan oleh Presiden Kongres Mrs. Yoko Kamikawa.
Sambutan dilakukan oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres, dan Jaksa Agung Jepang Kenji Sochi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, Jaksa Agung RI Burhanuddin didampingi Wakil Jaksa Agung RI. Setia Untung Arimuladi, para Jaksa Agung Muda dan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI pun ikut menghadiri pembukaan kongres secara virtual dari Auditorium Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru Jakarta.
“Hadir pula secara langsung perwakilan Kekaisaran Jepang Princess Komado, Perwakilan Youth Forum, Presiden UNGA, Presiden ECOSOC dan 193 delegasi negara anggota PBB yang hadir secara virtual, termasuk delegasi Negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD,” kata Leonard dalam keterangan tertulis, Minggu (07/03/2021).
Leonard menyatakan dalam sesi segmen tingkat tinggi (high level segment), Menkopolhukam menyampaikan national statement (pernyataan nasional) Indonesia yang berkomitmen menjalankan dan memastikan sistem peradilan tetap berjalan apapun kondisinya, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda dunia.
Sejak Kongres Pencegahan Kejahatan pertama pada tahun 1955, lanjut Mahfud, kejahatan terus berkembang dan semakin meningkat secara transnasional, terorganisir, dan kompleks. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19, dan ini diakuinya menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan mempengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana.
“Kita perlu memastikan bahwa sistem peradilan pidana terus berkembang meskipun ada tantangan-tantangan tersebut. Indonesia telah beradaptasi dan menjawab tantangan ini dengan persidangan online yang memberikan layanan keadilan sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat,” kata Mahfud.
Selain itu, lanjutnya, kurang dari satu dekade Indonesia akan mencapai agenda pembangunan berkelanjutan 2030, dan sejalan dengan SDG’s Goals 16, komitmen Indonesia terhadap reformasi peradilan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Melalui rencana ini, kata dia, Indonesia menetapkan tujuan untuk sistem peradilan yang efektif, transparan, dan akuntabel yang mudah diakses dan terjangkau. Masalah keadilan restoratif juga dipertimbangkan sebagai salah satu strategi utama dalam rencana ini.
Selain itu, Indonesia pun telah mengadopsi Rencana Aksi Nasional untuk mencegah dan melawan kekerasan ekstremisme yang kondusif untuk terorisme. Dalam hal ini, Indonesia akan terus bekerja sama dengan negara lain untuk menetapkan norma dan standar internasional untuk melindungi anak-anak yang terkait dengan teroris dan kelompok ekstremis sadis.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat percaya bahwa dunia internasional harus memprioritaskan upaya memerangi penangkapan ikan secara illegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan yang belum ada peraturannya. Usaha kita tersebut membutuhkan langkah-langkah penegakan hukum yang tegas, karena hal ini terkait erat dengan bentuk kejahatan lintas negara lainnya, seperti penyelundupan orang, perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja, dan perdagangan narkoba,” jelasnya.
Mahfud juga menawarkan tiga poin penting yaitu, pertama, tidak ada kebijakan “satu ukuran cocok untuk semua” untuk mencegah dan memberantas kejahatan.
Menurut dia, kejahatan dapat memiliki konteks dan nuansa berbeda yang membutuhkan pendekatan berbeda. Perbedaan seperti akar penyebab kejahatan dan sistem hukum.
Hal ini diserahkan kepada masing-masing Negara untuk membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan situasi domestik mereka dengan memperhatikan kewajiban internasional yang ditentukan oleh Konvensi tertentu dan norma internasional.
Kedua, jelas Mahfud MD, kita harus berusaha keras untuk mencapai agenda pengembangan berkelanjutan di bawah kerangka Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ).
Pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum saling terkait dan saling memperkuat. Kerja bersama dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana akan membantu mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Begitu pula sebaliknya, pencapaian pembangunan berkelanjutan adalah kunci bagi negara untuk mencegah dan memberantas kejahatan secara efektif.
Ketiga, terang Menkopolhukam, Indonesia menggarisbawahi pentingnya kerja sama internasional. Dalam konteks ini, kejahatan lintas negara membutuhkan kerja sama internasional yang kuat. Koordinasi yang lebih baik serta peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bantuan teknis sangat penting, dengan tetap mempertimbangkan dimensi spesifik dari pencegahan dan penegakan hukum yang efektif dari masing-masing negara.
Menkopolhukam pun mendorong agar semua negara anggota untuk bisa meningkatkan persatuan dan kerja sama antara anggota dan pemangku kepentingan terkait hal lainnya.
Hal ini pun untuk memastikan bahwa anak-anak kita tidak akan menanggung beban dari kelambanan dalam dekade berikutnya.
“Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” pungkasnya.
Acara Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana ke-14 di Kejaksaan Agung dilaksanakan dengan standar protokol kesehatan yang ketat, antara lain dengan penerapan 3M dan dilakukan rapid tes antigen sebelum kongres diselenggarakan.
Photo Credit: Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD. ANTARA
[ad_2]