[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Mayoritas saham emiten BUMN Karya melaju di zona hijau pada awal perdagangan pagi ini, Jumat (16/4/2021). Penguatan ini terjadi setelah pada perdagangan kemarin, Kamis (15/4), mayoritas ambles.
Berikut gerak perdagangan emiten konstruksi pelat merah, pukul 09.34 WIB:
Menurut data di atas, dari delapan emiten konstruksi pelat merah, enam di antaranya menguat, sementara dua emiten sisanya masih stagnan.
Adapun saham WSKT menjadi yang paling terapresiasi di antara saham lainnya. WSKT naik 1,47% ke Rp 1.035/saham. Di tengah penguatan ini, asing malah ramai-ramai melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 1,10 miliar.
Adapun nilai transaksi WSKT pada pagi ini sebesar Rp 5,50 miliar.
Kendati menguat, saham WSKT, seperti mayoritas emiten BUMN Karya lainnya, masih tertekan baik dalam sepekan dan sebulan terakhir.
Dalam sepekan, saham emiten yang melantai di bursa sejak 2012 ini merosot 2,38%. Sementara, dalam sebulan WSKT ambles 29,55%.
Membuntuti WSKT, PTPP juga naik 1,22% ke Rp 1.240/saham. Nilai transaksi saham ini sebesar Rp 2 miliar. Dalam sepekan saham PTPP ambles 6,44%, sedangkan dalam sebulan terakhir saham ini anjlok 24,16%.
Di posisi ketiga, saham WIKA tercatat naik 1,07% ke RP 1.420/saham dengan nilai transaksi RP 2 miliar. Saham WIKA berhasil rebound dari pelemahan perdagangan kemarin yang ditutup negatif 1,75%.
Sama seperti dua saham di atas, dalam seminggu belakangan saham WIKA masih ambles 4,08%. Sementara, dalam sebulan jeblok 17,78%.
Kinerja saham yang jeblok akhir-akhir ini terjadi seiring tertekannya kinerja fundamental emiten-emiten konstruksi pelat merah.
Ambil contoh, WSKT, yang menjadi perusahaan konstruksi pelat merah yang mencatatkan rapor kinerja keuangan paling buruk di antara yang lainnya.
Pada tahun lalu, WSKT membukukan rugi bersih Rp 7,38 triliun. Rugi bersih yang amat masif ini menyapu bersih seluruh laba ditahan Waskita yang sudah dikumpulkan sejak perseroan pertama kali berdiri pada tahun 1973.
Ini membuat ekuitas WSKT saat ini hanya tersisa Rp 7,53 triliun, lenyap lebih dari separuh tepatnya 57,88% dari posisi tahun lalu Rp 17,88 triliun.
Contoh lainnya, WIKA, yang juga mengalami penurunan kinerja yang signifikan. Laba bersih perusahaan terjun menjadi senilai Rp 185,76 miliar pada 31 Desember 2020 lalu.
Nilai tersebut jauh dari capai perusahaan di periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 2,28 triliun, atau mengalami penurunan hingga 91,87% secara tahunan (year on year/YoY).
Manajemen perusahaan konstruksi pelat merah pun memaparkan berbagai rencana strategis untuk memangkas defisit dan mendongkrak posisi keuangan perusahaan.
Kabar terbaru, WSKT melakukan divestasi sebagian saham dari dua tol yang dimilikinya kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI. Nilai transaksi tersebut mencapai Rp 2,065 triliun atas ruas tol Semarang-Batang dan Cinere-Serpong.
Adapun sebelumnya, Waskita telah menyebutkan setidaknya telah mempersiapkan 11 ruas tol untuk diinvestasikan melalui dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) dengan perkiraan dana yang bisa dikantongi hingga Rp 31 triliun.
Mengenai kinerja BUMN Karya, khususnya WIKA, yang masih ‘berdarah-darah’, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito baru-baru ini menjelaskan mengenai situasi sulit yang dialami perusahaan.
“Lima tahun terakhir pemberitaan pembangunan infrastruktur dari BUMN karya ini pesat. Tapi dua minggu terakhir pemberitaan mengenai keuangan BUMN Karya yang berdarah-darah. Makanya perlu disampaikan situasi saat ini akibat pandemi dan strateginya,” jelas Direktur Utama Wijaya Karya, Agung Budi Waskito, dalam Webinar Kementerian BUMN, Rabu (14/4/2021).
Selain laba bersih yang anjlok, capaian kontrak dari empat bidang sektor industri, infrastruktur/gedung, energi/pabrik, juga perumahan menurun. Pada 2019 WIKA bisa menorehkan angka capaian kontrak mencapai Rp 41,1 triliun, turun menjadi Rp 23,3 triliun pada 2020.
Agung mengakui selama tahun 2020 tidak ada investasi baru, hanya melakukan pekerjaan yang sudah ada. Memang tidak mencari laba yang besar, tapi tapi masih memonitor cash flow.
Ke depan WIKA akan pilih-pilih investasi seperti energi baru terbarukan, keairan, mineral. Sedangkan kami tidak ada rencana investasi untuk jalan tol dan sebagainya nanti kami akan leading di mineral dan Industri,” kata Agung.
Sehingga 40% pendapatan WIKA akan berasal dari industri metal dan mining. Juga fokus pada proyek perumahan, pelabuhan, energi, precast juga perairan.
Adapun PTPP, menargetkan compound annual growth rate (CAGR) revenue mencapai 16% dan net income 13% untuk lima tahun mendatang.
Perusahaan akan mengakselerasi bisnis konstruksi, properti, non-properti dan bisnis anak usaha, terutama setelah dengan momentum perbaikan di 2021.
Direksi PTPP menjelaskan baru-baru ini, fokus perusahaan adalah meningkatkan nilai tambah dan mencapai keuangan perusahaan yang sehat. Untuk jangka panjang, PTPP juga diharapkan bisa unggul di sektor yang telah diakselerasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(adf/adf)
[ad_2]