[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Keberadaan penny stock atau saham dengan harga paling rendah terkadang menjadi momok bagi sebagian investor. Tidak sedikit yang akhirnya mengalami kerugian karena nyangkut di harga bawah ini.
Di bursa AS, penny stock disebut saham-saham yang berada di bawah US$ 5/saham alias sekitar Rp 70.000-Rp 100.000/saham.
Sementara harga terendah di pasar reguler di Bursa Efek Indonesia (BEI) ialah Rp 50/saham untuk papan utama dan papan pengembangan. Dalam konteks saham di RI, saham penny adalah saham biasa dari perusahaan publik kecil yang diperdagangkan dengan harga kurang dari Rp 50/saham dan hanya bisa dibeli di pasar negosiasi.
Sementara itu, emiten di papan akselerasi juga bisa diperdagangkan di harga terendah di bawah Rp 50/saham.
Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menyebut di AS, penny stock memang diklasifikasikan sebagai saham yang berada di bawah US$5.
Kalau diasumsikan 1 lot adalah 100 saham, artinya penny stock itu berarti saham-saham di bawah Rp 1.000. Dengan demikian, menurut dia, saham-saham gocapan alias Rp 50/saham masuk ke dalam kategori ini penny stock.
“Saham-saham yang volume transaksinya nggakga stabil atau cenderung tidur, kita lihat banyak harganya di Rp 50-an, di bawah Rp 100. Itu beberapa emiten ada beberapa perusahaan yang kena masalah dalam pengelolaan aset, atau dana pensiun. Kategori itu ditinggalin aja [bukan rekomendasi beli], karena terbukti perusahaan kena vonis pidana, baiknya dihindari aja,” katanya dalam Investime Eksekutif, Kamis (16/4/21).
Namun, bukan berarti seluruh saham yang masuk ke dalam penny stockitu jelek.
Saham gocapan yang menjadi salah satu bagian dari penny stock memang terkesan lebih banyak masalah, tapi investor harus jeli melihat saham-saham di atasnya, karena tidak sedikit saham yang masuk kategori penny stock di bawah Rp 1.000 masih bagus.
“Jika lihat lebih lanjut, saham-saham di bawah Rp. 1.000, catatan kita ada sekitar 528 saham dari 731 emiten di bursa sekarang, sekitar 72%,” kata Robertus.
Banyaknya saham yang masuk ke dalam golongan ini tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Investor harus bisa lebih jeli dalam memilih saham-saham yang potensial.
“Kategori saham lain yang tidur tapi punya potensi untuk pertumbuhan lebih tinggi kenapa tidak? Selama ini kita lihat di bawah Rp. 1.000 atau di bawah Rp. 500 ada ratusan saham yang bisa kita explore satu per satu. Mungkin karena valuasi murah kita bisa expect untuk jangka panjang atau value investor mau lirik lagi,” sebut Robertus.
“Jadi, penny stock itu secara lembar saham murah, bukan berati saham murahan juga,” sebutnya.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas)
[ad_2]