[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Belum lama ini sejumlah perusahaan terafiliasi politikus menawarkan saham perdana (intitial public offering/IPO). Menariknya aksi korporasi itu dilakukan bersamaan dengan tahun pemilihan umum.
Sebagaimana diketahui, tahun ini Indonesia akan melaksanakan Pilpres, Pilkada, dan Pileg. Kegiatan pesta demokrasi tersebut tentu membutuhkan dana yang sangat besar.
Ada 4 emiten milik politikus yang IPO tahun ini. Politikus Partai Golkar Singgih Januratmoko membawa PT Janu Putra Sejahtera Tbk (AYAM) melantai pada akhir November 2023 dengan meraup dana IPO sebesar Rp 80 miliar.
Pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (18/1/2024), saham AYAM naik 0,97% ke level Rp 104 per saham dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 416 miliar. Sebagai informasi AYAM menawarkan harga IPO Rp 100.
Kemudian, PT Asri Karya Lestari Tbk (ASLI) milik politikus PKB Sudjatmiko yang menggalang dana Rp 125 miliar melalui IPO pada 5 Januari 2024.
Saham ASLI naik 7,27% ke level Rp 59 per saham dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 368,75 miliar.
Serta, PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) atau AKP Nickel Mining yang hari ini baru saja melantai di Bursa. Merujuk dokumen IPO AKP Nickel Mining, entitas induknya adalah PT Dwidaya Mega Investama yang dimiliki Herman Herry Adranacus.
Herman merupakan anggota DPR dari fraksi PDIP dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II sejak 2004 dan berturut selama empat periode sampai sekarang. Selain itu sang anak yaitu Stevano Andranacus yang menjadi Direktur Utama NICE kini maju menjadi caleg DPR dari dapil yang sama.
Pada penutupan perdagangan hari ini, saham NICE turun 7,19% ke level Rp 710. Emiten ini melantai pada 9 Januari 2024 dengan harga Rp 438.
Terkait hal tersebut, Direktur Penilaian Efek BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan Bursa mengawasi penggunaan dana IPO melalui laporan realisasi penggunaan dana (LRPD) setiap enam bulan. Hal ini akan mencegah penyalahgunaan dana untuk kepentingan politik.
Akan tetapi, kata Nyoman, pemegang saham yang melakukan divestasi melalui IPO, tidak masuk dalam LRPD. Artinya, bila 6 bulan yang akan datang setelah hasil pemeriksaan ditemukan penggunaan dana ada yang tidak sesuai propektus.
Nyoman menjelaskan dalam skenario IPO tersebut merupakan divestasi pendiri, maka dana yang berhasil dikumpulkan sepenuhnya untuk pemilik, bukan perusahaan.
“Dalam hal ini tidak ada dana yang diperoleh perusahaan dari IPO,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (17/1/2024)
Nyoman menuturkan bila menggunakan skema tersebut, perusahaan akan menjelaskan dalam prospektus IPO. Bursa tidak membatasi IPO menjadi exit strategy pihak manapun.
“Namun dalam evaluasi kami juga menekankan aspek substansi, selain formal persyaratan, termasuk pihak yang menjadi pengendali dan pemilik manfaat,” tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Emiten Tambak Udang (UDNG) Resmi IPO, Saham Naik 10%
(mkh/mkh)
[ad_2]