[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memutuskan untuk menarik pasukan AS yang ditempatkan di Afghanistan. Penarikan ini dilakukan setelah 20 tahun lamanya pasukan Negeri Paman Sam menghuni negara itu untuk berperang melawan Taliban.
Dikutip laman Reuters, Biden berjanji seluruh pasukan akan “angkat kaki” tanggal 11 September 2021. Biden menyatakan bahwa penerjunan pasukan ke wilayah Afghanistan itu merupakan sebuah misi perang “tanpa akhir” dan harus Washington akhiri.
“Sudah waktunya untuk mengakhiri perang tanpa akhir,” ucap Presiden 78 tahun itu, Rabu (14/4/2021).
Di kesempatan yang sama, Biden juga memberitahu warga AS untuk menerima kenyataan. Paman Sam tak selamanya mampu membuat kondisi ideal.
“Kita tidak dapat melanjutkan siklus, memperpanjang atau memperluas kehadiran militer di Afghanistan, dengan harapan dapat menciptakan kondisi ideal … mengharapkan hasil yang berbeda,” jelasnya.
“Saya sekarang adalah presiden Amerika keempat yang memimpin kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan … Dan, saya tidak akan menyerahkan tanggung jawab ini kepada yang kelima.”
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga telah melakukan komunikasi telepon dengan Biden. Ia menegaskan pasukannya “sepenuhnya mampu” untuk mengendalikan negara di Asia Tengah itu.
AS mengirimkan pasukannya ke Afghanistan setelah tragedi 9/11 yang terjadi pada 2001 lalu. Kala itu terjadi penyerangan di menara World Trade Center (WTC) dan Pentagon.
Al-Qaeda dianggap bertanggung jawab atas peristiwa itu. Pasukan AS terjun ke Afganistan sebagai bentuk operasi “War on Terror” yang dicetus Presiden George H.W. Bush guna mencari Osama Bin Laden tokoh Al-Qaeda yang terkait Taliban, kelompok yang saat itu memimpin negara tersebut.
Namun dengan Taliban, pada Februari 2020 lalu AS dan sekutu NATO nya bersepakat untuk mengakhiri konflik bersenjata. Syarat yang dibebankan Gedung Putih terhadap Taliban adalah agar kelompok itu mencegah kelompok militan internasional lainnya mendirikan pangkalan di Afghanistan.
AS disebut memiliki 2.500 di Afganistan. Namun, menurut laporan media AS, jumlahnya sebenarnya hampir 3.500.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef)
[ad_2]