Setiap dari Kita Berhak Sehat Mental

  • Bagikan
Setiap dari Kita Berhak Sehat Mental

[ad_1]

World Mental Health Day (WMHD) 2020 kali ini diperingati dalam suasana yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pandemi COVID-19 membuat peringatan hari kesehatan mental sedunia tahun ini membuat kita semua merenungi tentang bagaimana kesehatan mental kita selama masa pandemi?

***

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan kesehatan mental di Indonesia bisa dikatakan meningkat. Perkembangan tersebut meliputi meningkatnya akses layanan konsultasi online / offline dengan tenaga profesional kesehatan mental, tumbuhnya platform edukasi kesehatan mental, adanya layanan konsultasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama di daerah, dan regulasi tenaga kesehatan mental yang patut kita apresiasi. Namun, pandemi COVID-19 membuat kita “dipaksa” selalu waspada terhadap serangan virus yang mampu melemahkan tubuh fisik kita, tapi kita lupa bahwa pandemi ini turut melemahkan imun mental kita terhadap situasi yang tidak pasti.

Kesehatan mental untuk semua. Tema WMHD tahun ini serasa mengembalikan spirit kesehatan secara utuh bagi setiap orang. Kesehatan menurut esensinya meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Di tengah pandemi, kondisi yang serba tidak pasti dan membuat kita wajib menjaga jarak, membatasi interaksi secara langsung sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 membuat kesehatan kita pelan pelan melemah. Kondisi fisik yang menurun karena aktivitas di luar rumah yang terpaksa dibatasi membuat kita merasa terisolasi (demam kabin). Survei yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menunjukkan bahwa 35% responden dewasa mengalami gejala depresi selama fase awal pandemi COVID-19. Angka tersebut lebih besar 5 kali lipat dari periode normal, dan hampir setengah dari mereka mengaku pernah berpikir untuk bunuh diri. Depresi, kesepian,cemas, stres, panik, sedih, tertekan, kelelahan, dan ketakutan menjadi warna yang dominan dalam spektrum emosi kita di saat pandemi. Adanya emosi-emosi negatif tersebut membuat kondisi mental sekaligus fisik kita jelas terganggu. Maka, kami mengajak untuk bersama-sama mengambil satu moment hening dan bertanya dalam diri kita: “Apakah aku sudah menjaga kesehatanku secara utuh?”

Kesehatan Mental Adalah Hak Setiap Orang

Siapapun tidak terkecuali bisa mengalami stres karena situasi pandemi yang tidak menentu ini. Ketidakpastian perkembangan ekonomi, menyempitnya lapangan pekerjaan karena efisiensi perusahaan, ketakutan akan serangan virus yang dianggap membahayakan diri, ditambah lagi adanya stres karena pembatasan kegiatan di luar rumah adalah beberapa faktor pemicu stres selama pandemi. Berbagai stresor tersebut dapat memengaruhi kondisi tubuh (fisik) dan perilaku kita dan terkadang hal tersebut merupakan faktor risiko yang diremehkan selama pandemi. Stres yang diakibatkan pandemi tidak hanya terjadi pada orang-orang dengan gangguan mental serius saja, tetapi stres juga bisa terjadi pada mereka yang sudah lanjut usia, mengingat mereka dengan usia lanjut lebih rentan terinfeksi COVID-19. Anak-anak juga rentan mengalami stres karena terpaksa belajar dan bermain di dalam rumah tanpa berinteraksi langsung dengan teman-temannya. Selain itu, stres juga bisa menghampiri mereka yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender. Tidak lupa, garda terdepan pandemi COVID-19 yaitu para dokter dan beberapa tenaga kesehatan lainnya telah menjadi orang-orang dengan faktor resiko tertinggi mengalami sejumlah stres.

Pandemi seperti sebuah pengingat bagi kita bahwa kesehatan mental tidak bisa lepas dari diri seseorang. Kesehatan fisik seseorang ditentukan pula pada kondisi mental mereka. Adanya stres harian yang menumpuk, ancaman bahaya, tumpukan emosi yang tidak terolah selama pandemi ini seperti menjadi gunung es yang siap meleleh kapanpun dan menenggelamkan siapapun. Maka dari itu stres harian ini perlu dikelola dengan baik karena kita semua berhak merasa aman dan tidak terancam. Untuk bisa merasa aman, siapapun berhak mengolah stresnya dan memproses emosi-emosinya baik dengan caranya sendiri maupun melalui bantuan profesional, karena kita semua berhak untuk sehat mental.

Sudahi Stigma dan Pertimbangan melawan Mereka yang Mencari Bantuan

Mungkin dulu akses layanan kesehatan mental masih banyak diakses oleh orang-orang dengan gangguan mental serius. Namun, pada situasi saat ini, kita semua membutuhkan layanan kesehatan mental apabila merasa membutuhkan bantuan profesional walaupun kita tahu bahwa kita tidak memiliki riwayat permasalahan mental. Dalam situasi pandemi ini, kita semua membutuhkan kondisi fisik serta mental yang sehat dan berfungsi dengan baik. Apabila kita bisa memaknai pandemi ini bersama, maka inilah sebuah pertanda bahwa kita diingatkan untuk menormalisasi mereka ataupun salah satu dari kita yang ingin datang meminta bantuan pada tenaga profesional kesehatan mental. Pandemi ini juga mengingatkan kita untuk kembali menyadari bahwa kesehatan mental tidak bisa terlepas dari lingkup kesehatan secara utuh. Bahwa menjaga kesehatan fisik atau peningkatan imun tubuh pun perlu kondisi mental yang sehat pula.

Walaupun kesehatan mental telah gencar dibicarakan dan dibahas di ranah publik, akan tetapi stigma terkait kesehatan mental masih saja melekat kuat pada mereka yang mengalami permasalahan mental ataupun yang sedang mencari bantuan profesional. Padahal, memiliki permasalahan ataupun gangguan mental  dan mencari bantuan profesional adalah bentuk usaha manusia untuk bisa beradaptasi dengan keadaan hidupnya. Terlebih sekarang ini, ketika kondisi menjadi tidak pasti dan hal tersebut “mengancam” diri kita, sangatlah wajar apabila kita merasa tidak aman. Dengan menyadari bahwa diri kita merasa tidak aman dan butuh bantuan, maka kita sedang berjuang untuk seimbang agar tetap resilien menghadapi “ancaman” di depan. Menyadari kondisi di dalam diri dan mencari bantuan bukanlah sesuatu dianggap lemah dan memalukan, tetapi justru menjadi sebuah langkah yang berani untuk terus memperjuangkan kesehatan mental kita. Karena melihat ke luar diri adalah sesuatu yang mudah dilakukan oleh siapapun, tetapi untuk bisa melihat ke dalam diri bukanlah hal yang bisa dilakukan setiap orang. Untuk itu, mari kita apresiasi mereka yang mampu melihat kondisi dalam dirinya dan memutuskan untuk mencari bantuan profesional. Mari apresiasi langkah mereka yang rela membuka bagian yang paling rapuh dari dirinya untuk kembali berdaya dan berkarya. Apresiasi langkah mereka sebagai perjuangannya untuk kembali menjadi manusia yang merdeka dari belenggu luka-luka lama.

Pertimbangan dan stigma terhadap siapapun yang datang ke psikolog/psikiater kini menjadi sangat  tidak relevan. Maka, mari bersama saling mendukung dan berhenti memberikan stigma pada siapapun, bahkan pada mereka yang bertugas secara profesional di bidang kesehatan mental sekalipun (psikolog/psikiater). Karena terkadang mereka juga membutuhkan bantuan untuk tetap sehat mental. Mari bersama menjadikan moment Hari Kesehatan Mental Sedunia ini adalah hari dimana kita semua menyadari bahwa setiap orang berhak untuk sehat mental. Bahwa tidak ada lagi  stigma dan pertimbangan pada siapapun yang memperjuangkan kesehatan mentalnya. Mari membangun budaya saling mendukung untuk kesehatan mental bersama.

Kita semua berhak mencari bantuan tanpa stigma.

Kita semua berhak mendapatkan dukungan.

Kita semua berhak sehat mental.

Selamat Hari Kesehatan Mental Sedunia!


Sumber gambar: www.unsplash.com



[ad_2]

Sumber Berita

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tak Hanya Produk Branding, Media Massa Pun Dipalsukan Seperti Majalah EKSEKUTIF ini