[ad_1]
Jakarta, Eksekutif – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa buka-bukaan adanya akal-akalan dari pemerintah daerah yang secara serampangan menurunkan data angka anak stunting.
Penurunan angka stunting ini dilakukan kepala daerah tersebut, menurut Suharso hanya sebatas untuk mendapatkan pujian. Apalagi, Kementerian Keuangan menyiapkan insentif fiskal bagi daerah yang mampu menurunkan angka stunting tercepat seperti pada 2022 senilai Rp 1,68 triliun untuk 90 daerah.
“Kepala daerah hanya kalau untuk kejar pujian dia bilang sudah turun seenaknya itu angkanya, tapi pada dasarnya mereka enggak ngerti bagaimana mengatasi stunting,” kata Suharso dalam acara peluncuran buku Menuju Indonesia Emas di kantornya, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Suharso mengungkapkan, modus penurunan angka stunting yang dilakukan kepala daerah itu ialah mengurangi angka anak stunting bila melewati batas usianya. Misalnya, daru 100 anak-anak stunting di daerahnya yang berusia 0-5 tahun, akan dikurangi bila usianya lewat 5 tahun 1 hari.
“Jadi tinggal 99, ada bayi lagi baru datang, setelah diperiksa tidak ada yang stunting berarti dianggap berkurang, jadi tinggal 99, yang satu sudah enggak ada, masuk akal enggak? ya enggak, yang satu tadi itu masih tetap stunting, cara ngitung aja sudah salah,” ucap Suharso.
“Nah itu yang paling bahaya di kita,” ungkapnya.
Selain dari sisi penghitungan yang bermasalah, Suharso menganggap, intervensi stunting juga selama ini masih bermasalah, karena baru dilakukan ketika si anak telah lahir. Padahal, menurutnya, intervensi stunting yang benar adalah ketika anak masih dalam kandungan ibunya.
Menurut Suharso, penanganan stunting yang tepat ialah dengan memastikan kecukupan kadar darah merah atau hemoglobin para ibu hamil sesuai batas normalnya 12-15 gram/dL, dengan menjaga konsumsi proteinnya, lalu pada saat menyusui 10 menit pertama hingga masa sapih.
“Saya enggak mau bilang telat, anaknya baru dikasih telur dan lain-lain, enggak apa tapi kan itu setelah lahir, padahal sebenarnya waktu itu mengandung sampai menyusui dan menyapih, kalau itu meliputi 30 bulan benar insya Allah enggak ada yang stunting,” tegas Suharso.
Sebelumnya, ia juga sempat mengungkapkan bahwa angka penurunan stunting dalam RPJMN 2020-2024 berisiko tidak tercapai tahun depan. Data pada 2022, prevalensi stunting di Indonesia baru mencapai 21,6%, sementara pemerintah menargetkan kasus stunting pada 2024 diharapkan mencapai 14%.
“Stunting balita yang harusnya 14%, masih 21,6%. Ini harus turun 3,8%/tahun,” kata Suharso, dalam rapat kerja Komisi XI dengan pemerintah, Senin (5/6/2023).
Untuk mencapai target angka stunting di Indonesia di tahun depan dengan persentase 14%, artinya angka stunting harus turun 3,8% per tahun mulai tahun ini. Dan hal ini sulit untuk dilakukan.
Sulitnya penurunan stunting ini sejalan dengan masih banyaknya bayi-bayi di Indonesia yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap bayi.
Adapun upaya penurunan stunting pada RKP Tahun 2024, pemerintah akan melakukan beberapa strategi. Diantaranya pendampingan keluarga oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) di desa, perluasan cakupan penyediaan makanan tambahan ibu hamil kurang energi kronis (PMT Bumil KEK) dan balita kurus.
Dalam menurunkan stunting di tahun 2024, pemerintah juga akan melakukan perluasan cakupan imunisasi dasar lengkap dan penguatan kualitas data surveilans, mulai dari unit pelayanan kesehatan terkecil (posyandu).
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Dianggap Biang Kerok Polusi, Saatnya Suntik Mati PLTU?
(mij/mij)
[ad_2]