UU BI dan OJK Dirombak, DPR Segera Bahas Tahun Ini

  • Bagikan
UU BI dan OJK Dirombak, DPR Segera Bahas Tahun Ini

[ad_1]

Jakarta, Eksekutif – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan Omnibus Law tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan merupakan usulan antara Pemerintah bersama Komisi XI DPR.

“Itu (RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) tetap usulan bersama (Komisi XI dan Pemerintah),” ujarnya kepada Eksekutif, Rabu (10/3/2021).

Lebih lanjut Andi menjelaskan bahwa RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ini akan menghasilkan produk Omnibus Law yang akan mengatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).


“Itu sudah masuk OJK, BI, LPS, itu nanti satu kesatuan,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan Omnibus Law yang mengatur tentang BI, OJK, dan LPS ini akan diprioritaskan untuk dibahas. Namun, dia tidak merinci lebih lanjut.

“Dalam Prolegnas Prioritas 2021 terlihat yang akan ditangani dulu adalah RUU Perkuatan Reformasi Sektor Keuangan yang akan diajukan dengan metode omnibus,” jelas Hendrawan.

Rencana Dibalik RUU Omnibus Law Sektor Keuangan

Sebelumnya, Eksekutif sudah menerima naskah akademik yang disampaikan oleh Komisi XI. Ketua Komisi XI Dito Ganinduto menjelaskan RUU Omnibus Law BI, OJK, dan LPS ini untuk memberikan landasan hukum bagi upaya yang sangat luar biasa, untuk mengatasi gangguan stabilitas sistem keuangan.

Juga mengantisipasi dari dampak memburuknya perekonomian yang berkaitan dengan penanganan krisis di sektor keuangan, terutama di bidang perbankan akibat Covid-19.

Komisi XI menilai perlu untuk memitigasi risiko memburuknya kondisi perbankan yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan dan berdampak pada memburuknya perekonomian.

Oleh karena itu, upaya yang sangat luar biasa perlu ditempuh melalui penyempurnaan regulasi, penataan kewenangan, penguatan koordinasi, dan mekanisme penanganan perbankan.

Juga perlu melakukan sinkronisasi instrumen, prosedur, dan kebijakan penanganan permasalahan bank di antara lembaga yang berwenang mengawasi, mengatur, dan menangani sektor keuangan, khususnya perbankan.

Langkah yang luar biasa yang harus ditempuh tersebut, menurut Komisi XI untuk memperkuat jaring pengamanan sistem keuangan, juga untuk melengkapi pengaturan di sektor keuangan secara proyeksi (forward looking), yang telah diinisiasi di dalam UU Nomor 2 Tahun 2020.

“Hal ini dilakukan untuk memastikan masing-masing jaring pengaman sistem keuangan dapat saling mendukung dan saling memperkuat dalam koordinasi untuk mengawasi dan menangani masalah sektor keuangan, terutama perbankan, secara lebih awal dan efektif untuk mencegah pembusukan yang berpotensi mengancam Stabilitas Sistem Keuangan,” tulis Komisi XI di dalam Naskah Akademiknya.

Komisi XI juga memandang penanganan krisis ekonomi terkait dengan sektor perbankan akibat pandemi Covid-19 tidak cukup hanya diatur oleh undang-undang yang bersifat sektoral.

Usulan untuk dibentuknya Omnibus Law Sektor Keuangan dan Perbankan, ternyata tidak hanya diinisiasi oleh Komisi XI DPR saja, tapi juga oleh pemerintah. Namun sampai saat ini draf yang berasal dari pemerintah belum diterima oleh Baleg DPR.

Hal tersebut terkonfirmasi dari Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya kepada Eksekutif melalui pesan singkatnya.

“Usulan datang dari pemerintah dan DPR (Komisi XI), yang sudah masuk usulan dari Komisi XI, yang usulan dari pemerintah, kami belum check,” kata Willy kepada Eksekutif, Kamis (27/11/2020).

Dari pemerintah sendiri, dari Kementerian Keuangan mengakui belum selesai dalam melakukan penyusunan. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Anggaran Askolani. “Dari Kemenkeu belum ada dokumen resminya,” ujarnya.

Oleh karena itu, Omnibus Law Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ini harus dilakukan harmonisasi, baik dari usulan Komisi XI dan pemerintah.

Sementara, kata Supratman, meskipun RUU Omnibus Law BI, OJK, ini sudah disepakati untuk masuk prolegnas, namun belum diparipurnakan. Sehingga pihaknya masih menunggu draf resmi dari pemerintah.

“Belum (diserahkan oleh pemerintah). Kan Prolegnas belum ditetapkan (masuk sidang paripurna),” jelas Supratman.

5 Kajian Reformasi Sistem Keuangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga pernah mengatakan pihaknya memiliki 5 kajian untuk melakukan reformasi sistem keuangan.

Kajian tersebut diklaim dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan assessment forward looking, termasuk merujuk pada hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Lima usulan penguatan kajian yang dilakukan pemerintah, yakni:

1. Penguatan di sisi basis data dan informasi terintegrasi antar lembaga, termasuk koordinasi antar lembaga, rekonsiliasi, serta verifikasi secara lebih intens. Strategi ini juga sebagai bentuk mekanisme check and balances antar lembaga. Basis data dan informasi tersebut mendukung lembaga dalam melakukan analisis/identifikasi potensi permasalahan di sektor jasa keuangan secara lebih akurat dan lebih dini.

2. Apabila ditemukan indikasi permasalahan, akan dilakukan pemeriksaan dan evaluasi bersama yang akan menjadi dasar bagi lembaga untuk menentukan langkah antisipatif penanganan permasalahan berikutnya. Pemeriksaan dan evaluasi bersama tersebut dibarengi dengan penguatan koordinasi antar pengawas sektor keuangan untuk mengawasi dan melakukan penegakan peraturan yang bersifat koordinatif baik antar sektor maupun antar instrumen.

Terkait penguatan koordinasi sedang dikaji penguatan sektor keuangan secara terintegrasi termasuk pengintegrasian pengaturan mikro-makroprudensial. Indonesia pernah menerapkan sistem dimana otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap, serta sistem yang terpisah seperti saat ini. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka memperkuat sistem pengawasan perbankan.

3. Penguatan juga dilakukan di sisi instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sedang dikaji penyederhanaan persyaratan instrumen likuiditas bagi perbankan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas Bank yang membutuhkan dukungan likuiditas, misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah (PLJPS) oleh Bank Indonesia sebagai lender of the last resort.

4. Penguatan juga dilakukan di sisi peran LPS, dari sebelumnya sebatas fungsi loss minimizer menjadi risk minimizer. Dalam hal ini LPS dapat melakukan early intervention, termasuk dengan penempatan dana.

5. Penguatan dari sisi pengambilan keputusan juga menjadi bagian dari bahan kajian, yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan memperkuat keyakinan bagi anggota KSSK dalam mengambil keputusan. Dengan penguatan tersebut diharapkan perangkat kebijakan dan instrumen yang dimiliki dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi dan menangani permasalahan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.

[Gambas:Video CNBC]

(saya / saya)


.

[ad_2]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tak Hanya Produk Branding, Media Massa Pun Dipalsukan Seperti Majalah EKSEKUTIF ini